Musik ini pengantar bacaanmu di blog RDM

Metode Edukasi Rasulullah (bag 2)



METODE 21 : Mencari dan Memanfaatkan momentum yang baik

Sebagai pengajar tentu kita selalu dituntut untuk peka dengan keadaan dan lingkungan sekitar pendidikan, juga memanfaatkan mood. Usahakan apa yang kita ajarkan, atau cara mengajar kita, tidaklah monoton, sebab hal itu bisa membuat murid merasa bosan.
Nabi kita sering sekali memanfaatkan kesempatan bagus dengan terjadinya suatu peristiwa untuk menyampaikan pelajaran dan pendidikan pada sahabat-sahabatnya. Beliau sering menghubungkan suatu kejadian dengan ajaran dan ilmu yang ingin beliau sampaikan pada sahabatnya. Sebab dengan salah satu cara itu, ilmu bisa lebih dipahami dan menancap di memori, karena lebih jelas dan gamblang dengan contoh peristiwa yang terjadi langsung di depan mata kepala mereka.

Di antara contoh metode ini:
"suatu hari Nabi S.a.w berjalan-jalan sidak meninjau pasar diiringi sebagian sahabat-sahabat besar, dan tentu saja orang-orang pun berkumpul mengerumuni beliau. Saat berkeliling, sudut mata beliau menangkap seonggok bangkai kambing yang berteling kecil, oleh beliau, bangkai itu diambilnya dengan menjewer telinganya, lantas beliau berucap: “siapa di antara kalian yang mau mengambil (bangkai) ini dengan satu dirham saja?”.
“tidak seorang pun dari kita yang mau wahai Rosul, buat apa (bangkai kambing ini)?” mereka menjawab.
“kalau gratis, mau tidak?” tanya Rosul lagi.
“Demi Allah, walaupun hidup, kambing ini saja sudah cacat karena bertelinga kecil, apalagi mati?” jawab orang-orang lagi.
“Dan demi Allah, sesungguhnya harta dunia bagi Allah lebih rendah daripada (kambing) ini bagi kalian”, tukas Rosul S.a.w dengan tenang" (HR.Muslim).

Pada kesempatan lain, Nabi S.a.w duduk-duduk bersama sahabatnya pada malam bulan purnama di bawah langit terbuka. Sejenak kemudian beliau melihat bulan purnama itu dan bersabda : “Sesungguhnya kalian akan melihat Tuhan kalian pada hari kiamat nanti sebagaimana kalian melihat bulan purnama itu. Kalian tidak berdesak-desakan dalam melihatnya bukan?” (HR.Bukhori).

METODE 22 : Selingan joke, kelakar, dan bersenda gurau saat mengajar.
 

Sebagai pengajar, kita dituntut untuk selalu peka dengan keadaan psikologis murid. Jangan buat mereka tegang dan merasa terbebani dengan materi yang kita sampaikan, sebisa mungkin kita harus bisa membuat mereka mencintai pelajaran yang disampaikan. Karena kecintaan murid pada suatu mata pelajaran tertentu (lebih baik lagi semuanya) adalah kunci kesuksesan kegiatan belajar mengajar, terutama pada pelajaran-pelajaran eksakta.
Saat kita melihat dan merasakan bahwa murid kita mengalami ketegangan, kejenuhan, maka segera kendorkan urat syaraf mereka dengan sedikit canda. Buat mereka tersenyum atau tertawa, tentu dengan canda yang ilmiah, bukan humor murahan. Karena dengan tertawa, pikiran akan fresh kembali dan tentu membuat murid giat dan semangat lagi. Sebab, kebanyakan orang, bisa menyerap dan mengambil pelajaran melalui senyuman, dan wajah yang berseri. Sangat berbeda sekali jika murid merasa terintimidasi dan tertekan karena melihat wajah kita yang tertekuk muram tanpa senyum, apalagi jika kita selingi dengan bentakan dan umpatan.

Ketegangan saat belajar bisa melelahkan dan melumpuhkan pikiran, dan kelakar sederhana akan mengurangi bahkan menghilangkan ketegangan itu, seberat apapun materi yang kita sampaikan.
Dan Nabi S.a.w pun ternyata pada banyak waktu-waktu tertentu menggunakan metode ini. Beliau mencandai sahabatnya saat mengajar, dan membuat mereka tersenyum, namun beliau dalam bercanda tidak mengatakan sesuatu kecuali kebenaran.
Namun tentu saja canda dan tawa itu tidak berlebihan, seperlunya saja. Sebab tawa yang berlebihan itu bisa membuat hati keras, bahkan bisa menjatuhkan wibawa. Sekedarnya saja, terutama saat murid sudah terlihat jenuh, dan sekiranya murid tidak takut pada kita, namun tetap hormat dan segan pada kita dalam waktu yang sama.

Seperti yang dicontohkan Nabi S.a.w ketika ada nenek tua bertanya pada beliau, apakah dia masuk surga? Dengan bercanda Rosul S.a.w menjawab kalau di surga tidak ada nenek tua sepertinya. Tentu saja nenek itu terkejut dan bersedih (karena mengira bahwa dirinya tidak masuk surga), namun segera dijelaskan oleh beliau, bahwa orang yang masuk surga nanti semua menjadi muda belia kembali,
jadi nenek tua itu akan kembali lagi menjadi gadis. Nenek itupun akhirnya tersenyum berseri-seri.

Begitu juga seperti yang diriwayatkan Abu Daud dan Tirmidzy, dari Anas : “Ada seseorang minta pada Rosululloh S.a.w onta shodaqoh agar dia bisa menjadikannya sebagai pengangkut barang. Rosul menjawab orang itu: “iya, aku beri kamu anak onta betina”, tentu saja orang itu terheran-heran.
“wahai Rosul? Apa gunanya anak onta? Belum bisa dibuat apa-apa”, sebab orang itu ingin onta dewasa.
“(Lho), bukankah onta yang kamu minta tadi juga dilahirkan onta betina?” jawab Rosul seraya tersenyum simpul.
Dengan berkelakar, Rosul S.a.w memberikan orang itu pengertian, bahwa sesungguhnya onta jantan dewasa, sebesar apapun, sudah sanggup mengangkat apapun, tetaplah sebelumnya dilahirkan oleh onta betina, induknya.


METODE 23 : Memantapkan keterangan dengan sumpah 


Untuk menekankan pentingnya ajaran yang disampaikan, atau untuk memperkuat sebuah hukum yang ditetapkan, terkadang Nabi S.a.w menggunakan kata sumpah, sehingga para sahabat benar-benar memperhatikan hal itu.
 “Demi Dzat yang jiwaku ada di Tangan-Nya, kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman, dan kalian tidak beriman hingga kalian saling mencintai (dan menyayangi). Kalian mau kutunjukkan sesuatu yang jika kalian laksanakan kalian bakal saling mencintai? Tebarkan ucapan salam di antara kalian”.(HR.Muslim).



METODE 24 : Mengulangi keterangan sampai tiga kali

Kemampuan motorik dan berpikir murid itu pasti tidak sama, di sana ada yang dengan cepat dan tanggap menerima dan memahami keterangan, dan ada juga yang lambat (atau bahkan tidak paham sama sekali). Sebagai pengajar kita harus bijak dan sabar menghadapi hal ini.
Dan Rosululloh S.a.w, sebagai pemimpin dan panutan para pengajar telah mencontohkan pada kita akan hal ini, beliau terbiasa mengulangi sebuah keterangan atau ajaran yang disampaikan sampai tiga kali. Di samping agar bisa dipahami dengan lebih baik, juga akan membuat murid lebih menaruh perhatian terhadap pentingnya materi yang disampaikan.
Contoh ini bertebaran banyak sekali di kitab-kitab hadits, dan para sahabat juga mengatakan, bahwa Nabi S.a.w jika berbicara dan menyampaikan ajaran, beliau selalu mengulanginya tiga kali, sehingga kalimat-kalimat beliau itu bisa dipahami dengan baik oleh siapapun yang mendengarnya.

METODE 25 : Menarik perhatian murid dengan merubah posisi

Di samping mengulangi keterangan tiga kali, untuk menarik perhatian dan isyarat akan pentingnya sebuah masalah, beliau S.a.w kadang merubah posisi duduknya. Asalnya menerangkan seraya duduk bersandar pada sesuatu, seketika tiba-tiba beliau duduk tegak.

Semisal ketika beliau bertanya pada sahabatnya, saat itu beliau duduk bersandar: “Kalian mau tahu, apa dosa yang paling besar?”, tiga kali beliau mengulang pertanyaan ini.
“iya wahai Rosul”, jawab para sahabat.
“Mensekutukan Allah, durhaka pada orang tua”, lanjut beliau, saat beliau masih duduk bersandar, tiba-tiba beliau duduk tegak seraya meneruskan jawaban yang belum beliau rampungkan.
“Dan sumpah serta kesaksian palsu. Ingat! Sumpah dan kesaksian palsu! Sumpah dan kesaksian palsu! (H.R. Bukhori dan Muslim).


METODE 26 : Menarik perhatian dengan berulang-ulang memanggil nama si murid.
Di sebagian kesempatan, beliau memanggil nama sahabatnya terlebih dahulu, berulang-ulang, untuk menarik perhatiannya, sebelum menyampaikan apa yang ingin beliau ajarkan.
Bukhori dan Muslim meriwayatkan dari Mu’adz bin jabal :
“Ketika aku dibonceng oleh Rosululloh S.a.w di belakang kendaraannya, beliau memanggilku:
“Mu’adz”.
“iya wahai Rosul”
“Mu’adz”.
“Iya baginda Rosul”
“Mu’adz”,
“iya duhai Rosul”,
“tahukah kamu? Apa hak Allah yang harus dipenuhi para hamba-Nya?”
“Allah dan Rosul-Nya lebih tahu”.
“Hak Allah yang harus dipenuhi hamba-Nya adalah, mereka menyembah-Nya dan tidak mensekutukan-Nya”.
Kemudian kita berjalan lagi, dan Rosul memanggil kembali
“Mu’adz”
“Iya wahai Rosul”
“Kamu tahu? Apa haknya hamba yang akan dipenuhi Allah, jika hamba itu memenuhi hal Allah (tadi)?”
“Allah dan Rosul lebih tahu”
“Hak hamba yang akan dipenuhi Allah adalah Allah tidak akan Menyiksanya”.


METODE 27 : Menarik perhatian murid dengan memegang tangan atau pundaknya

Tidak hanya itu, agar sang sahabat lebih menaruh perhatian terhadap apa yang diajarkannya, dan tentu agar lebih mengingatnya lagi; beliau S.a.w terkadang menggandeng sahabat itu, atau memegang tangannya, atau meletakkan tangan beliau di pundak sahabat itu.
Ibnu Mas’ud bercerita : “Rosululloh S.a.w mengajariku lafadz tahiyyat (seraya telapak tanganku ada dalam genggamannya) sebagaimana beliau mengajariku surat-surat dari Al-Qur’an”. (H.R. Bukhori-Muslim).
Begitu juga yang dituturkan Abdulloh bin Umar : “Rosululloh S.a.w memegang pundakku sembari bersabda : “Hendaknya kamu merasa hidup di dunia ini layaknya orang asing, atau pengembara, dan anggaplah dirimu selalu sebagai penduduk kuburan.(H.R. Bukhori-Tirmidzy).

Atau seperti yang beliau lakukan pada Abu Dzar Al-Ghifari, saat bertanya tentang jika ada orang menunda-nunda sholat, Rosul S.a.w langsung menepuk paha Abu Dzar dan berkata : “Sholatlah pada waktunya”, (H.R.Muslim). yakni maksudnya jangan ditunda-tunda sampai hampir habis waktunya, apalagi jika sampai kehabisan waktu sholat.



METODE 28 : Memancing murid untuk mengungkap sesuatu dengan menyamarkannya

Bermacam-macam cara Rosululloh S.a.w untuk mengajar dan mendidik sahabatnya. Terkadang beliau tidak memberikan secara langsung pelajaran apa yang akan disampaikannya. Namun beliau menyamarkan dan merahasiakannya, atau memberi semacam sandi dan sindiran, agar sahabat itu penasaran dan mencari sendiri pelajaran apa yang dimaksud Rosul tersebut, tentu melatih juga kepekaan sahabat tersebut.
Dan tujuan beliau agar pelajaran itu (jika berhasil diungkap sahabatnya tadi), akan lebih berpengaruh di hati dan menancap di ingatan.

Anas bin Malik bercerita : “Suatu hari seperti biasa di majelis Nabi S.a.w, kami duduk-duduk (belajar) bersama beliau. Lalu beliau berkata : “Sekarang ini ada orang yang mau datang (ke sini), dan dia termasuk penduduk surga”.
Sejenak kemudian ada seseorang masuk, dan dari jenggotnya masih menetes sisa air wudhu, dan tangan kirinya menenteng sandal.
Keesokan harinya, lagi-lagi Rosululloh S.a.w berkata hal yang sama, dan lagi-lagi orang itu yang muncul, dengan keadaan yang sama. Begitu pula pada hari ketiga.

Setelah Rosululloh S.a.w berdiri, salah satu dari kami (yaitu Abdulloh bin Amru bin Ash) diam-diam pergi mengikuti orang itu, dia tampak penasaran sekali dengan apa yang dilakukan orang itu, sehingga membuatnya (mendapat jaminan) termasuk salah satu penduduk surga.
Setelah melalui investigasi (beberapa hari), ternyata Abdulloh melihat jika orang tidur dan dia merubah posisi tidurnya, dia selalu berdzikir menyebut nama Allah. Akhirnya (untuk menambah pengetahuan dan mengobati rasa penasarannya), Abdulloh bertanya pada orang itu, apa yang dilakukannya selama ini.
“Aku tidak melakukan apa-apa, kecuali yang kamu lihat tadi anakku. Hanya saja juga, tidak pernah terlintas di hatiku untuk menipu sesama orang islam, juga tidak ada perasaan iri dengki di hatiku kepada orang lain yang diberi kenikmatan oleh Allah”, jawab orang itu.
“Ini dia yang menyebabkan paman sampai pada derajat (dan tingkatan) itu, dan ini yang kami tidak sanggup,” kata Abdulloh kemudian" (H.R.Ahmad).

Dan orang tersebut adalah Sa’ad bin Abi Waqqosh, salah satu di antara 10 pembesar sahabat yang dijamin Rosululloh S.a.w masuk surga.


METODE 29 : Menyebut akibat terlebih dahulu, sebelum menyebut sebab.

Di antara cara Rosul S.a.w dalam mengajar adalah, dengan menyebut akibat sesuatu hal secara langsung dengan tanpa menjelaskan sebabnya terlebih dahulu, dengan tujuan memancing sahabatnya agar bertanya, dan merangsang pikiran mereka untuk mengungkap hal yang beliau globalkan itu. 
Beliau ingin membuat syaraf motorik para sahabatnya terus bekerja. Setelah itu baru beliau menjelaskan dengan rinci apa yang beliau maksud, dengan begitu kepahaman akan lebih menancap kuat di ingatan sahabat-sahabatnya.
Suatu ketika saat beliau duduk-duduk dengan para sahabatnya, tiba-tiba beliau berkata : “Sungguh rugi! Sungguh rugi! Sungguh rugi!”

Tentu para sahabat terkejut dan terheran-heran, lalu bertanya, “Siapa wahai Rosul?”
“Seseorang yang masih menemui kedua orang tuanya atau salah satunya dalam keadaan tua, kemudian dia tidak bisa masuk surga”. (H.R. Muslim). 
Maksud Nabi, orang itu sangat merugi tidak masuk surga sebab tidak bisa berbakti kepada orang tuanya yang telah masuk usia senja, apalagi jika sampai berani durhaka dan membentak-bentaknya, wal iyadzu billah.Di kesempatan lain Rosul berkata : “Demi Allah tidak beriman! Demi Allah tidak beriman! Demi Allah tidak beriman!”
“Siapa yang engkau maksud ya Rosul?”

“Seseorang yang tetangganya tidak merasa aman karena gangguan-gangguannya”. (H.R. Bukhori)
.

METODE 30 : Mengglobalkan sesuatu, kemudian merincinya

Di antara kreatifitas Rosululloh S.a.w dalam mengajar adalah mengglobalkan terlebih dahulu sebuah masalah yang dianggap penting, lalu kemudian baru menjelaskan dan memperinci satu persatu masalah itu, agar mudah diingat dan dipaham.

Contoh metode ini, riwayat Hakim dari Ibnu Abbas, Rosul S.a.w bersabda :
“Manfaatkanlah 5 hal, sebelum datangnya 5 hal :
1.    Masa mudamu, sebelum datang masa tuamu
2.    Kesehatanmu, sebelum kamu sakit
3.    Saat kamu kaya, sebelum kamu jatuh miskin
4.    Waktu luangmu, sebelum kamu sibuk
5.    Hidupmu, sebelum kamu mati

Atau sebagaimana riwayat lain dari Abu Hurairah, Rosul S.a.w bersabda :
“Seorang wanita itu, (biasanya) dinikahi karena 4 hal :
1.    Hartanya (kekayaannya)
2.    Garis keturunannya
3.    Kecantikannya
4.    Agamanya
 
(Maka jika kalian ingin menikah), pilihlah wanita (sholehah) yang punya agama, niscaya kalian akan beruntung. (H.R. Bukhori Muslim) .


METODE 31 : Mau’idzoh dan Tadzkiroh (Menasehati dan mengingatkan)

Ini adalah salah satu metode paling penting dan paling menonjol yang kerap dipakai Rosululloh S.a.w dalam mengajar dan mengarahkan ummatnya, sebagaimana metode no.1. Hal itu sebab beliau S.a.w mengikuti perintah dalam Al-Qur’an:
Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (QS.Adz-Dzaariyat : 55)
“…sesungguhnya kamu adalah orang yang memberi peringatan.” (QS.Al-Ghaasyiyah : 21)
Dan pada dasarnya, hampir sebagian besar dari ajaran-ajaran beliau, diambil dan disampaikan lewat mau’idhoh-mau’idhoh dan orasi umum beliau.

Irbadh bin Sariyah bertutur : “Rosululloh S.a.w sholat bersama kita, usai sholat beliau menghadap pada kami, dan memberikan mau’idzoh panjang lebar, yang membuat mata meneteskan airmata dan hati bergetar takut.
Setelah itu ada orang angkat suara : “Ya Nabi, ini sepertinya pesan dari orang yang mau mengadakan perpisahan, lalu apa yang engkau pesankan dan tekankan pada kami?”

“Aku wasiatkan pada kalian semua untuk selalu bertakwa pada Allah, sam’an wa tho’atan, mendengar dan taat (suka atau tidak suka, pada pemimpin kalian), walau dia seorang budak berkulit hitam. Sebab sesungguhnya kalian yang hidup setelahku nanti, akan melihat banyak sekali perselisihan. Maka berpeganglah erat-erat pada sunnah (ajaran)ku dan ajaran para Khulafa’ Arrasyidin setelahku. Peganglah erat-erat dan gigit kuat dengan geraham kalian. Dan berhati-hatilah dengan hal-hal baru (yang tidak ada hubungannya dengan ajaran agama, tetapi dinisbat dan disandarkan pada agama, mengklaim bahwa itu darinya). Karena tiap hal yang baru itu bid’ah, dan tiap bid’ah itu menyesatkan "(HR. Abu Daud, Tirmidzy dan Ibnu Majah).

Jabir bin Abdulloh juga bercerita : “Rosululloh S.a.w jika berorasi dan berpidato, matanya memerah, intonasi nada suaranya meninggi, dan (seolah-olah) sangat marah, laksana orang yang memperingatkan akan datangnya serangan mendadak dari lawan.”, beliau bersabda : “Aku diutus, dan (jarakku dengan) hari kiamat laksana ini!” seraya mentautkan jari telunjuk dan jari tengahnya.
Beliau juga berkata : “Amma Ba’du (dan setelah itu), sesunggunya sebaik-baik kata-kata adalah Kitab Allah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad S.a.w, dan sejelek-jelek perkara adalah hal-hal baru, dan setiap bid’ah adalah sesat.”

Kemudian berkata dalam orasinya : “Aku lebih utama (dan berhak) menanggung setiap orang mukmin daripada dirinya sendiri. Siapa yang meninggal dan menyisakan harta, maka untuk pewarisnya, dan siapa yang meninggal sementara dia menanggung hutang, atau barang hilang, maka aku yang menebus dan menanggungnya”. (H.R. Muslim dan Annasa’i).


METODE 32 : Memotivasi dan menakut-nakuti
Dalam istilah ilmu hadits, metode ini terkenal dengan sebutan At-targhieb wa at-tarhiib, bahkan metode pengajaran Rosul jenis ini sampai dibukukan dalam karya dan karangan yang menyendiri dalam beberapa jilid besar.

Metode ini adalah metode dengan cara memberi semangat dan motivasi terhadap suatu kebaikan, dengan menyebut efek positif kebaikan tersebut serta janji pahala dan surga. Atau menakuti-nakuti serta peringatan terhadap suatu keburukan, dengan menyebut dampak negatif sekaligus ancaman dosa dan masuk neraka.
Semisal menganjurkan sholat dluha sekaligus menyebut pahalanya, atau melarang dengki dengan menyebut efek sampingnya, dan lain sebagainya.


METODE 33 : Cerita dan Kisah

Semua pengajar pasti mengenal dan pernah mempraktekkan metode ini, metode yang telah lama sekali jamak dalam dunia pendidikan; menanamkan pelajaran dan nilai-nilai moral melalui media cerita dan kisah. Dan metode ini termasuk sangat efektif sekali, sebab murid akan dengan mudah mengambil pelajaran dan ibroh pada kisah yang terjadi. Metode ini sangat bagus sekali diterapkan di kalangan pemula, terutama anak-anak dan remaja; kelompok usia yang cenderung tidak mau dipaksa belajar, dan kelompok usia yang cenderung tidak mau digurui dan sering bertindak impulsif (dengan alasan mencari identitas dan jatidiri).

Karena dengan berkisah, kita tidak secara langsung menjadikan pendengarnya sebagai obyek, tetapi yang kita jadikan obyek adalah pihak lain (tokoh dalam cerita itu), dan kita membiarkan pendengar (murid) kita secara alamiah mengambil dan memetik sendiri hikmah, sekaligus pelajaran di balik kisah itu.
Dan sejak lebih dari 1400 tahun yang lalu, Nabi kita pun juga telah menggunakan metode ini, dengan menceritakan kisah bangsa-bangsa terdahulu yang telah punah, atau kisah orang-orang pada masa Nabi-Nabi sebelumnya, agar para sahabatnya mengambil sendiri pelajaran dari kisah yang beliau ceritakan itu.

Selain itu juga banyak sekali ceritera-ceritera lain yang beliau kisahkan, semisal kisah tentang cinta dan persahabatan yang tulus dan murni karena Allah, seperti yang diriwayatkan Muslim dari Abu Hurairah.
Ada seseorang yang ingin menjenguk temannya di desa lain. Allah Ta’ala lalu mengirim malaikat untuk menghadangnya di suatu jalan tertentu. Ketika orang itu sampai di situ, malaikat (yang telah beralih rupa menjelma jadi manusia) itu menanyainya.
“Mau kemana kamu?”
“Aku mau mengunjungi temanku di desa itu”, jawab orang tadi.
“Kamu ada kepentingan apa sehingga pergi pada temanmu itu karenanya? Tanya malaikat lagi
“Tidak ada kepentingan apa-apa, aku mengunjunginya hanya karena aku mencintai temanku fillah, karena Allah saja,” kata orang itu
“Ketahui, sebenarnya aku adalah malaikat yang dikirim Allah padamu (untuk mengabarimu) bahwa Allah Mencintaimu, sebagaimana kamu mencinta temanmu itu karena-Nya,” kata malaikat itu akhirnya sembari membuka identitas dirinya.

Atau juga kisah-kisah beliau tentang anjuran untuk menyayangi binatang dan peringatan agar tidak mengganggunya, serta memberikan hak hidup binatang tersebut, sebagaimana dalam kisah anjing dan PSK (pekerja seks komersial), atau kisah kucing dan wanita tua. Jauh sebelum para pecinta binatang dan aktivis-aktivis yang peduli pada lingkungan hidup berteriak-teriak menyuarakan pembelaan terhadap lingkungan dan makhluk hidup.
Atau kisah tentang bayi-bayi yang bisa berbicara, batu yang bergerak karena amalan baik, kisah-kisah bangsa Israel, dan lain sebagainya.
 


METODE 34 : Prolog singkat

Rosul S.a.w adalah sosok pengajar yang memiliki cita rasa, perasaan dan kepekaan yang sangat tinggi. Dalam mengajarkan hal-hal yang kurang etis disebut, beliau S.a.w tidak langsung menyampaikannya secara terang-terangan, tetapi menggunakan pengantar atau tanda yang membuat sahabat-sahabatnya paham dengan apa yang beliau maksud dan beliau ajarkan.
Sebagaimana riwayat Muslim dari Abu Hurairah, Rosul Bersabda : “Sesungguhnya aku bagi kalian adalah ibarat orang tua dan anak, aku ajari kalian (semua), jika kalian ke kamar kecil, maka hendaknya jangan menghadap kiblat atau membelakanginya.”

Rasul S.a.w tidak langsung menyebut buang air, kecil apalagi besar, tetapi siapapun paham, bahwa jika seseorang ke kamar kecil adalah untuk BAK atau BAB.
Diterusan hadits yang lain, “Dan beliau memerintahkan penggunaan 3 batu dan melarang penggunaan kotoran kering atau tulang”, tentu untuk bersuci dan membersihkan diri setelah buang air. Beliaupun tidak menyebut langsung.
“Beliau juga melarang penggunaan tangan kanan untuk bersuci”, dalam membersihkan kotoran dari kemaluan, depan atau belakang, tetapi menggunakan tangan kiri.

Dan metode ini digunakan beliau terlebih lagi jika berkenaan dengan hal-hal yang sangat sensitif, semacam masalah kewanitaan, atau hubungan seksual.


METODE 35 : Isyarat dan Sindiran

Dalam kesempatan tertentu, untuk mengajarkan sesuatu yang tidak etis disebut langsung, Rosululloh S.a.w terkadang cukup menggunakan isyarat atau sindiran.

Seperti ketika ada seorang wanita yang minta diajari tata cara bersuci dari menstruasi, beliau hanya berkata, “Kalian ambil air dan daun bidara, kalian pakai mandi, siram mulai dari atas kepala kalian, basuh semua tubuh kalian secara merata, sampai pangkal rambut juga, kemudian bilas tubuh kalian, setelah itu ambil kapas yang telah diberi wewangian, gunakan untuk membersihkan….”, Rosul S.a.w tidak meneruskan kalimatnya.
Wanita itu masih bertanya, “Bagaimana cara menggunakan kapas itu untuk membersihkan? (bagian mana yang harus dibersihkan dengan kapas itu)?”

Tentu Rosul S.a.w terperanjat dan berkata, “SubhanAllah ! Ya pakai kapas itu untuk membersihkan”,
S.Aisyah, Istri beliau, lantas menarik wanita itu dan membisikinya, “(maksud beliau), bersihkan tempat keluarnya darah" (H.R. Bukhori Muslim).