Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Pernah baca
buku "Chicken Soup for the Soul" ? Dulu ketika saya masih berseragam
putih abu-abu, Kakakku yang laki-laki --kakak pertamaku-- memberi saya hadiah
buku itu. Isinya tu, uuughh... baguuuuus banget. Membangkitkan semangat,
menentramkan jiwa, memberikan alasan-alasan logis kenapa kita harus berbuat
baik, tentang kekuatan senyuman, dan satu lagi; manfaat sebuah pelukan. Tetapi
pelukan dari Sang Maha Segalanya.
Dan tulisan
ini terinspirasi dari cerita di buku tersebut.
Suatu malam,
tersebutlah sebuah keluarga kecil dipelosok desa terpencil. Bukan. mereka bukan
tinggal sendirian. Mereka memiliki tetangga disekitar rumah mereka. Namun
sayangnya, lingkungan tempat mereka berada adalah sebuah lingkungan padat
penduduk tanpa keramahan. Hidup mereka dipisah oleh daun pintu rumah. Begitu
daun pintu sebuah rumah itu tertutup, maka terputus pula segala bentuk interaksi
dengan dunia luar, kecuali interaksi yang terjadi didalam rumah itu sendiri.
Bahkan bukan tidak mungkin, didalam rumah itu sendiri kehidupan pun masih
dipisah, oleh hal yang sama; daun pintu kamar!
Tersebutlah
Nila, Mila dan Lila. Sebagai bungsu, justru Nila menjadi anak paling rajin
diantara kedua saudara tuanya. Setiap pagi dia membereskan ruang tamu, mencuci
piring sisa makanan makan malam lalu dan membereskan apa-apa yang perlu di
rapikan. Begitu yang terjadi sepanjang pagi di tiap harinya.
Sesekali,
Nila merasa jenuh juga jika harus terus-menerus mengalah menghadapi sikap acuh
tak acuh kedua kakaknya.
"Kalau
kamu merasa lelah untuk mengalah, berarti kamu selama ini tidak benar-benar
iklas untuk mengalah ya?", begitu tanya Nila pada dirinya sendiri. Dan
kalimat sama yang diulang-ulang didalam otaknya itulah yang membuat dia
bertahan.
Namun apa
mau dikata, sebuah kewajaran ketika Nila tidak lagi mampu bertahan dengan semua
kegiatan monoton yang dilakukannya sehari-hari .
Paginya pun
berubah. Yang tadinya penuh dengan kegiatan, sekarang hanya diisinya dengan
tidur, tidur dan tidur. Padahal Nila sudah tidur semalaman, tapi ya mau gimana
lagi.
"Masa
aku lagi yang masak sarapan? Masa aku lagi yang beres-beres rumah? Masa aku
lagi...??!!", batin Nila. Dan suara-suara yang biasa memberi semangat Nila
untuk melakukan banyak hal, kini bisu. Tak terdengar.
Tampaknya
suasana musim dingin tidak hanya terjadi diluar rumah saja. Bahkan, masuk
hingga kedalam rumah Nila sekeluarga. Nila kini yang juga jadi ikut-ikutan
acuh-tak acuh. Rumah berantakan, gak ada lagi sarapan tiap pagi, piring
menumpuk di wastafel dapur.. Ah, semuaaaanya kacau.
Rapat
keluarga pun digelar. Nila mulai disidang oleh kakak-kakaknya.
"Nila,
kamu kenapa sih akhir-akhir ini kok berubah?", tanya Lila si sulung.
"Kakak
udah jarangn melihatmu terbangun saat kakak bangun. Biasanya kan kamu yang
paling awal bangun dirumah kita", sambung Mila.
"Iya!
Aku yang paling awal bangun. Aku juga yang membereskan rumah. Selama ini juga
aku yang menyiapkan sarapan. Aku, yang sering membereskan semua apa yang kalian
tinggalkan. Dan kalian gak pernah tahu hal itu, karena kalian saat itu masih
tertidur!!!", Nila berteriak membela diri. Dan suara hatinya itu hanya
terdengar oleh telinganya sendiri. Sedangkan Mila terlihat bingung dengan sikap
adiknya yang bungkam.
"Ya
sudah", kata Lila memutuskan, "sekarang kita buat kesepakatan,
bagaimana kalau kita menjaga dan memelihara rumah kita bersama-sama."
Sambungnya.
"Lho,
memang seharusnya begitu!", protes suara hati Nila.
Hati Nila
nelangsa, batin Nila tersiksa. Entah kenapa, Nila merasa kata-kata kakaknya
barusan begitu menyakitinya. Seolah selama ini rumah memang tak terurus. Tapi
bukankah selama ini Nila yang membereskan semuanya? Meski memang mungkin
kakak-kakaknya tidak perrnah tahu karena mereka pasti masih terlelap saat Nila
melakukan semua aktifitasnya dipagi buta.
Nila ingin
menangis, Nila ingin melelehkan semua sakit hatinya lewat airmata yang
mengaliri pipinya. Tapi Nila tidak ingin menangis didepan kakak-kakaknya. Nila
tidak mau terlihat lemah didepan mereka. Biar saja Nila yang merasakan semua.
Tak perlu lah memberitahu mereka bahwa selama ini justru Nila yang telah
melakukan banyak hal untuk mereka. Nila ingin menangis, Nila ingin dipeluk...
Hati Nila
semakin terbebani saat diingatnya bahwa biasanya sahabatnya Peri Bunga selalu
datang menawarkan pelukan saat dia ingin menangis seperti saat ini. dan entah
bagaimana, Nila tak pernah tahu, pelukan hangat dari Peri Bunga yang tubuhnya
lebih kecil dari Nila itu mampu memberikan kehangatan yang mengaliri seluruh
tubuhnya melebihi jaket bulu panjang yang sering dikenakannya saat musim
dingin. Tapi kini sedang musim dingin, Peri Bunga tak mungkin berada diluar
sana. Karena peri bunga hanya muncul di selain musim ini.
Lalu Nila
juga teringat pada Yoana, sahabat terbaik yang sudah dianggapnya sebagai kakak,
yang selalu menyediakan pelukan sayang untuknya saat Nila memintanya. Tapi saat
ini Yoana sedang menimba ilmu diluar kota. "Akankah Yoana merasakan bahwa
seseorang membutuhkan pelukannya saat ini?", tanya Nila pada hatinya.
Namun malam hanya menjawab dengan hembusan dinginnya. Hati Nila benar-benar
nelangsa kini. Tak satupun pelukan didapatkannya. Tidak dari Peri Bunga, tidak
pula dari Yoana.
"Allah,
Nila pengen nangis..." Dan airmatanya pun meleleh.
Airmata
Nilapun membuncah dari bendungannya. Dalam sujud panjangnya di tengah shalat
malamnya, Nila menangis karena merasa lelah dengan semua ini. Nila juga
menangis karena merasa sendiri. Nila akhirnya menangis...
Malam masih
sepi, menyisakan hembusan beku. Suasana musim semi semakin menambah
kekakuan yang tercipta. Nila masih ditengah tangisan malamnya ketika dia
rasakan sebuah hawa hangat pelan-pelan menyentuh pundaknya. Rasanya seperti
sentuhan Peri Bunga.
"Tapi
Peri Bunga tak mungkin ada disini..." Ia menyapukan pandangannya keseluruh
ruangan. Dan memang Peri Bunga tak ada disana. Sentuhan hangat itu semakin
terasa merengkuhnya. Seolah terbawa dalam hangatnya kasih, Nila semakin larut
dalam tangisannya didekap pelukan tak bertuan. Dan ketika Nila mulai menyadari
bahwa tak seorangpun yang memeluknya, ia kemudian tahu bahwa yang kini
mendekapnya dengan kehangatan adalah Allah Sang Maha Segalanya.
Allah Yang Maha Mulia yang kini sedang
memeluknya dengan kehangatan yg merasuk kedalam dada dan sanubarinya. Pelukan
tangan Ilahi yang sangat menentramkan dan menghangatkan jiwanya yg pilu.
Yaa..disaat semua kemungkinan tidak mungkin lagi terjadi, saat itulah usapan
tangan Allah menepis airmata yang berjatuhan. Nila kini tak sendirian lagi,
Nila kini tak nelangsa lagi. Nila mendekap balik kehangatan yang sekarang
dirasakannya, "Nila sayang Allah...", akunya.
Malam musin
dingin dengan tangisan Nila ditengah munajat tahajud kepada Rabbnya. Tanpa Peri
Bunga. Tanpa Yoana. aplagi kakaknya Mila dan Lila. tapi Nila selalu punya Allah
yang akan menemaninya kapan saja..
Ketika semua
beban kehidupan terasa menghimpit, ketika tiada lagi tempat pelarian yg nyaman
utk sekedar menenangkan diri, ketika tubuh ini membutuhkan pelukan untuk
menguatkan segala sesak dan derita batin..larilah menuju RumahNya. Yaa, menuju
rumahNya disaat-saat yg tepat yaitu saat Dia turun kebumi dan berfirman:”
Siapa yg meminta kepadaKu Aku beri, Siapa yg memohon ampun Aku ampuni, dan
siapa yg berdoa Aku kabulkan..”, dan itu terjadi setiap malam.
Saudaraku
tercinta..
Ketahuilah..sesungguhnya
ketika kamu menenmpuh jalan, lalu kamu dapatkan semua jalan telah buntu, pintu2
rumah telah terkunci, dan ternyata tidak kamu dapati kecuali orang-orang lemah
dan pengecut. Maka ketahuilah bahwa ditutupnya pintu-pintu itu adalah agar kamu
mengetuk pintuNya.. Dia rindu untuk mendengar darimu lantunan seruan : Yaa
Tuhanku..!
Barakallahufikum..
Wasssalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar