Bismilaah
Assalamualaikum..
Risalah untuk sahabat2ku para pengantin baru:
1.
1. Hendaklah calon pengantin yang akan
merajut tali suci pernikahan untuk meniatkan pernikahan yang ia lakukan adalah
untuk mencari ridha Allah , untuk membersihkan jiwanya dan menjaga dirinya dari
segala yang diharamkan Allah. Karena dengan begitu, pergaulan antar keduanya
dicatat sebagai amal ibadah di hadapan Allah.
2. Saat pertama
kali akan melakukan hubungan suami istri, hendaknya suami meletakkan tangannya
pada kepala istrinya, seraya membaca basmalah dan doa untuk keberkahan,
yaitu
اللَّهُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْها، وَبَارِكْ لَهَا فِيَّ (Ya
Allah berkahilah dia untukku, dan berkahilah aku untuknya), dan doa
berikut :
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ
(Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah sungguh aku mohon pada-Mu kebaikan wanita ini, dan kebaikan tabiatnya. Dan aku memohon perlindungan-Mu dari keburukannya dan keburukan tabiatnya)
Sebagaimana sabda Rasulullah, “Jika kalian telah menikahi wanita atau membeli budak, maka peganglah bagian depan kepalanya, ucapkanlah basmalah, berdoalah untuk keberkahannya, dan hendaklah ia mengucapkan… (Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah sungguh aku mohon pada-Mu kebaikan wanita ini, dan kebaikan tabiatnya. Dan aku memohon perlindungan-Mu dari keburukannya dan keburukan tabiatnya)”.
3.
Shalat Sunnah dua rakaat bersama. Shalat sunnah ini dilakukan ketika akan
melakukan hubungan suami istri untuk pertama kali. Kemudian berdoa sbagai
berikut:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْ أَهْلِيْ، وَبَارِكْ ِلأَهْلِيْ فِيَّ، اللَّهُمَّ ارْزُقْهُمْ مِنِّيْ، وَارْزُقْنِيْ مِنْهُمْ
اللَّهُمَّ اجْمَعْ بَيْنَنَا مَا جَمَعْتَ فِيْ خَيْرٍ، وَفَرِّقْ بَيْنَنَا إِذَا فَرَّقْتَ فِيْ خَيْرٍ
اللَّهُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْ أَهْلِيْ، وَبَارِكْ ِلأَهْلِيْ فِيَّ، اللَّهُمَّ ارْزُقْهُمْ مِنِّيْ، وَارْزُقْنِيْ مِنْهُمْ
اللَّهُمَّ اجْمَعْ بَيْنَنَا مَا جَمَعْتَ فِيْ خَيْرٍ، وَفَرِّقْ بَيْنَنَا إِذَا فَرَّقْتَ فِيْ خَيْرٍ
(Ya Allah, berilah aku berkah dari istriku, (begitu pula sebaliknya) berilah istriku berkah dariku. Ya Allah, berilah mereka rizki dariku, (begitu pula sebaliknya) berilah aku rizki dari mereka. Ya Allah, kumpulkanlah kami jika itu baik bagi kami, dan pisahkanlah kami jika itu baik bagi kami).
Syaqiq bin Salamah mengatakan, “Suatu hari datang lelaki, namanya Abu Huraiz, ia mengatakan: “Aku telah menikahi wanita muda dan perawan, tapi aku khawatir ia akan membuatku cekcok”, maka Abdullah bin Mas’ud r.a mengatakan, “Sesungguhnya kerukunan itu dari Allah, sedang percekcokan itu dari setan, ia (setan) ingin membuatmu benci dengan apa yang Allah halalkan bagimu. Jika kamu nanti menemuinya, maka suruh istrimu shalat dua rokaat dibelakangmu dan bacalah (Ya Allah, berilah aku berkah dari istriku, (begitu pula sebaliknya) berilah istriku berkah dariku. Ya Allah, berilah mereka rizki dariku, (begitu pula sebaliknya) berilah aku rizki dari mereka. Ya Allah, kumpulkanlah kami jika itu baik bagi kami, dan pisahkanlah kami jika itu baik bagi kami)“.
4.
Bermesraan dengan istri, sebelum berhubungan suami istri, misalnya dengan
menyuguhkan minuman, atau yang lainnya.
5.
Hendaklah (suami) berdoa ketika menggauli istri. Doa nya adalah:
بِسْمِ اللَّهِ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ، وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
(Dengan nama Allah. Ya Alloh jauhkanlah kami dari setan, dan jauhkanlah setan dari anak yang engkau karuniakan pada kami).
بِسْمِ اللَّهِ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ، وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
(Dengan nama Allah. Ya Alloh jauhkanlah kami dari setan, dan jauhkanlah setan dari anak yang engkau karuniakan pada kami).
Rasulullah bersabda, “(Dengan nama Allah. Ya Allah jauhkanlah kami dari setan, dan jauhkanlah setan dari anak yang engkau karuniakan pada kami). Do’a itu, apabila Allah berkehendak memberikan anak, niscaya setan tidak akan mampu membahayakan anak (itu) selamanya”.
6.
Suami boleh menggauli istrinya di vagina sang istri, dari arah manapun si suami
sukai, baik dari depan atau belakang. Sebagaimana firman Allah SWT, “Istri-istri kalian adalah (seperti) ladang bercocok
tanam bagi kalian, maka datangilah ladang kalian itu dari mana saja kalian
kehendaki” (QS. Al- Baqarah : 223)
7.
Haram hukumnya bagi suami apabila (suami) menggauli istrinya di dubur istrinya.
Hal itu merupakan dosa besar. Karena Rasulullah bersabda, “Terlaknat orang (suami) yang menggauli para
wanita (yaitu istrinya) di dubur nya (yakni lubang anus)”.
Syaikh
Masyhur mengatakan, “Adapun orang yang
menggauli istrinya di duburnya, maka ia telah melakukan tindakan yang melanggar
syariat, baik asalnya maupun sifatnya, sehingga ia wajib bertaubat kepada Allah
, dan tidak ada kaffarat (tebusan) baginya kecuali bertaubat kepada Allah “.
8. Berwudhu
antara dua sesi berhubungan, dan lebih afdholnya mandi.
Sebagaimana sabda
Rasulullah, “Jika salah seorang dari
kalian selesai menggauli istrinya, dan ingin menambah (melakukannya) lagi, maka
hendaklah ia wudhu, karena itu lebih menggiatkannya untuk melakukannya lagi”.
Mandi lebih afdhol, karena hadits
riwayat Abu Rofi’ , “Suatu hari Nabi keliling mendatangi istri-istrinya,
beliau mandi di istrinya yang ini, dan mandi lagi di istrinya yang ini. Lalu
aku menanyakan hal itu kepada beliau rasulullah, “Wahai Rasulullah, mengapa tidak mandi sekali saja?”. Beliau
menjawab, “Karena (mandi berkali-kali)
itu, lebih bersih, lebih baik, dan lebih suci”. (HR. Abu Dawud dan yang
lainnya, sanadnya hasan).
9. Suami
istri diperbolehkan mandi bersama dalam satu tempat, meski saling melihat aurat
masing-masing. Ada banyak hadits yang menerangkan hal ini, diantaranya,
Aisyah r.a mengatakan, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah dari satu tempat air, tangan kami saling berebut, dan beliau mendahuluiku, hingga aku mengatakan, “Biarkan itu untukku, biarkan itu untukku”, ketika itu kami berdua sedang junub.”
10. Usai
berhubungan, hendaklah berwudhu sebelum tidur, dan lebih afdholnya mandi.
Karena hadits riwayat Abdulloah bin Qais , ia mengatakan: Aku pernah menanyakan
kepada Aisyah , “Bagaimana rasulullah dahulu ketika junub, apakah mandi sebelum
tidur, atau sebaliknya tidur sebelum mandi?”. Ia (Aisyah) menjawab, “Semuanya pernah beliau lakukan, kadang
beliau mandi lalu tidur, dan kadang beliau wudhu lalu tidur”. Aku
menambahi, “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan perkara ini mudah”.
11. Jika istri sedang haid,
suami tetap boleh melakukan apa saja dengannya, kecuali jima’. Sebagaimana
sabda Rasulullah, “Lakukan apa
saja (dengan istri kalian) kecuali jima’.”
Kaffarat (tebusan) bagi orang yang
menjima’ istrinya ketika istrinya sedang haid, sebagaimana diterangkan dalam
hadits riwayat Ibnu Abbas , Rasulullah pernah ditanya tentang suami yang
mendatangi istrinya ketika haid, maka beliau menjawab, “Hendaklah ia bersedekah dengan satu dinar atau setengah dinar”.
Syaikh Masyhur mengatakan, “Yang
dimaksud dengan dinar dalam hadits itu adalah dinar emas, dan 1 dinar emas itu
sama dengan 1 mitsqol, sedang 1 mitsqol itu sama dengan 4 ,24 gram emas murni”.
12. ‘Azl (mengeluarkan
sperma di luar vagina) diperbolehkan, meski lebih baik ditinggalkan.
Karena perkataan Jabir, “Dulu kami (para sahabat) melakukan ‘azl, di
saat Alqur’an masih turun”. Dalam riwayat lain, “Kami (para sahabat) dulu melakukan ‘azl di
masa Rasulullah (masih hidup), lalu kabar itu sampai kepada beliau,
akan tetapi beliau tidak melarang kami (melakukan ‘azl)”.
Namun, lebih baik meninggalkannya sebagaimana sabda Rasulullah , “Azl itu pembunuhan yang samar”.
Namun, lebih baik meninggalkannya sebagaimana sabda Rasulullah , “Azl itu pembunuhan yang samar”.
13. Setelah malam
pertama menggauli istrinya, disunnahkan pada pagi harinya untuk silaturrahim
mengunjungi para kerabatnya yang sebelumnya telah datang ke rumahnya,
mengucapkan salam kepada mereka, mendoakan mereka, dan membalas kebaikan mereka
dengan yang semestinya.
Sebagaimana diterangkan dalam hadits
riwayat Anas r.a, ia mengatakan, “Rasulullah pernah
mengadakan walimah (resepsi) saat malam pertama beliau menggauli Zainab. Beliau
mengenyangkan kaum muslimin dengan roti dan daging, lalu keluar mengunjungi
para ibunda mukminin (isteri-isteri beliau yang lain), untuk mengucapkan salam
dan mendoakan mereka, sebaliknya mereka juga memberikan salam dan mendoakan
Rasulullah. Beliau melakukan hal itu, pada pagi hari setelah malam pertamanya”.
(HR. Bukhari).
14. Keduanya
(suami dan istri) wajib menggunakan kamar mandi yang ada di rumahnya, dan tidak
boleh masuk kamar mandi umum, berdasarkan hadits Jabir r.a, Rasulullah bersabda, ”Barangsiapa beriman kepada Allah
dan hari akhir, maka jangan memasukkan istrinya ke dalam kamar mandi umum”.
(HR. Tirmidzi, sanadnya hasan).
Juga hadits riwayat Ummu Darda’, ia
mengatakan, “Suatu hari, aku keluar dari kamar mandi umum, lalu Rasulullah
berpapasan denganku, Rasulullah Shallahu
‘Alaihi Wasallam bertanya, “Wahai
Ummu Darda’, dari mana?”. Ummu Darda’ menjawab, “Dari kamar
mandi umum”. Maka beliau bersabda, “Sungguh,
demi dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidaklah seorang wanita menanggalkan
pakaiannya di selain rumah salah satu ibunya, melainkan ia telah merusak tabir
yang ada antara dia dan Tuhannya Yang Maha Penyayang”. (HR. Ahmad).
15. Kedua (suami
dan istri) diharamkan menyebarkan rahasia kehidupan ranjangnya.
Sebagaimana sabda Rasulullah, “Sungguh, orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat nanti, adalah orang yang membuka (aurat) istrinya dan istrinya membuka (aurat)nya, lalu ia menyebarkannya”. Imam Nawawi mengatakan, “Hadits ini menunjukkan haramnya menyebarkan cerita hubungan suami istri, dan merinci apa yang terjadi pada istrinya, seperti ucapan, perbuatan dan semisalnya.”
Sebagaimana sabda Rasulullah, “Sungguh, orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat nanti, adalah orang yang membuka (aurat) istrinya dan istrinya membuka (aurat)nya, lalu ia menyebarkannya”. Imam Nawawi mengatakan, “Hadits ini menunjukkan haramnya menyebarkan cerita hubungan suami istri, dan merinci apa yang terjadi pada istrinya, seperti ucapan, perbuatan dan semisalnya.”
Adapun sekedar menyebutkan jima’
(secara global) tanpa ada manfaat dan tujuan, maka hukumnya makruh, karena itu
tidak sesuai dengan muru’ah (akhlaq), padahal Rasulullah telah bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari
akhir, maka katakanlah yang baik atau (jika tidak), maka hendaklah ia diam”.
Tapi jika ia menyebutkan hal itu,
karena adanya tujuan dan manfaat, seperti mengingkari ketidak-sukaannya pada
istrinya, atau istrinya menuduh suaminya impoten, atau semisalnya, maka itu
tidak makruh, sebagaimana sabda Rasulullah, “Sungguh aku akan melakukannya, aku dan istriku ini” . Begitu
pula pertanyaan Rasulullah kepada Abu Tholhah, “Apa malam tadi, kalian telah menjalani malam pertama?” . Dan
pesan Rasulullah kepada Jabir , “Semangat
dan semangatlah”.
16. Mengadakan
walimah (resepsi) wajib hukumnya setelah menjima’ istri, dengan dasar hadits
Buraidah bin Hushoib r.a, bahwa ketika Ali bin Abi Thalib menikahi Fatimah
Az-Zahra, Rasulullah mengatakan, “Pernikahan
itu harus ada walimahnya (resepsi)”. Juga sabda Rasulullah kepada
Abdurrahman bin Auf, “Adakanlah
walimah, walau hanya dengan (menyembelih) seekor kambing”.
Barakallahufiikum..seoga manfaat
Wassalamualaikum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar