RENUNGAN : Sebuah Pelajaran Berharga
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Bismillaahirrahmaanirrahiim
NB: Ini kisah nyataku beberapa tahun yg lalu saat saya masih ngajar di bimbel Neutron Yogyakarta.
dan disini aku post kembali buat sahabat2 pelangi RDM.
simak yak, semoga ada ibroh yg diambil..
Kemarin siang sehabis mengajar seorang temanku tiba-tiba menghampiriku,”Makan siang yuk," ajaknya. “Oke,” jawabku.
Akhirnya dia mengajakku makan di sebuah warung bakso dekat Stadion
'Trikoyo' di kota klaten-ku tercinta. Sampai di warung bakso tersebut
suasana masih sepi. Baru ada beberapa orang. Kami masih memilih tempat
duduk yang enak. Mungkin karena masih pada Jumat'an. Begitu parkir,
seperti biasa, pelayannya sudah menanyakan mau makan apa, minum apa.
Kami pesan dua porsi bakso + teh botol (karena ada pepatah "apapun
makanannya, minumnya selalu teh botol ---promosi hehehehe).
Sambil menunggu pesanan, kami pun ngobrol. Tiba-tiba ada seorang pemuda
berpakaian lusuh, seorang pedagang asongan nongol di samping kami, kami
agak kaget.
" Tisu mbak..?" tanyanya menawarkan dagangan. Aku
sedikit cuek. Ugh, tapi sedetik kemudian aku menoleh kearahnya, dia
manusia sepertiku, tidak pantas aku sombong mengacuhkannya, pikirku.
Tanpa sadar tanganku merogoh tas kecil yg kubawa.
" Tisu yg kering 1 ya dek.." kataku kepadanya sambil menyodorkan uang 2 ribuan.
" Wah..tidak ada kembalian mbak, cukup seribu saja" sahutnya.
" Kembaliannya buat adek aja yach.." jawabku singkat.
Bocah itupun pergi tanpa berkata apa-apa.
Pesanan kami pun datang. Kami makan sambil ngobrol. Sambil
memperhatikan lalu lalang kendaraan dijalan. Pembicaraan pun bergeser ke
pemuda itu. Umur sekitar 20-an. Bagi kami ia terlalu pemalas utk
bekerja. Ah tidak, buru-buru kutepis rasa suudzon itu. Menjadi pedagang
asongan bukanlah pekerjaan hina, itu adalah pekerjaan halal. Biasanya
pemuda umur segitu kalo tidak jadi tukang parkir atau jadi kernet, atau
yah jadi pak ogah yang suka malakin cepek atau gopek kepada anak2
sekolah dijalan.
Perbincangan kami mulai ngelantur ke
mana-mana. Tentang kira-kira umur dia berapa, pagi tadi dia mandi apa
nggak, kenapa dia jadi pedagang asongan dan lain lain. Kami masih makan
saat kami melihatnya diseberang jalan menawarkan dagangan.
Mata
kami lekat padanya. Kami melihatnya mendekati sebuah mobil di lampu
merah. Menawarkan dagangannya. Ditolak. Nyengir. Kelihatannya dia
memendam kesedihan. Pergi ke mobil satunya. Ditolak lagi. Melangkah lagi
dengan gontai ke mobil lainnya. Menawarkan lagi. Ditolak lagi. Dan
setiap kali dia ditolak, sepertinya kami juga merasakan penolakan itu.
Sepertinya sekarang kami jadi ikut menyelami apa yang dia rasakan.
Tiba-tiba kami tersadar. Konyol ah. Bagaimanapun juga siapa yang bilang
hidup ini adil? Kenapa jadi kita yang mengharapkan bahwa semua orang
harus menjadi pedagang asongan? Hihihi...
Perbincangan pun
bergeser ke topik lain. Di kejauhan aku masih bisa melihat pemuda tadi,
masih menenteng kotak dagangannya di satu tangan, mendapatkan penolakan
dari satu mobil ke mobil lainnya, juga penolakan dari para pejalan kaki
dan orang2 yg kebetulan ditemuinya berpapasan dijalan. Bahkan, selain
penolakan, di beberapa mobil, dia juga mendapat pandangan curiga.
Akhirnya dia kembali ke bawah pohon. Duduk di atas tanah. Tertunduk
lesu...
Kami pun selesai makan. Aku dan temanku membayar
makanan dan bergegas menuju tempat parkir motorku. Ketika tanganku baru
saja meraih helm yg akan kupakai, tiba-tiba disampingku telah berdiri
pemuda si pedagang asongan tersebut.
"Mbak, ini bukan hak saya.
Ini uang kembalian mbak membeli tisu tadi. Maaf ya mbak harus menunggu
lama karena hanya mbak satu2nya orang yg membeli dagangan saya sejak
pagi tadi..." katanya sambil menyodorkan kembalian uang seribuan
kepadaku waktu membeli tisu tadi. Dan dia langsung melangkah pergi.
BOOM.....! Jawaban itu tiba-tiba serasa petir di hatiku.
Ini tidak dapat kupikir dengan logika!
Bayangkan, orang seperti dia masih berani menolak uang yang bukan
haknya. Aku masih terbengong-bengong sewaktu menerima uang Rp. 1.000,-
yang dia kembalikan. Padahal aku benar-benar ikhlas memberikannya tadi.
Se-ri-bu Ru-pi-ah. Bisa buat apa sih sekarang? Tetapi, dia merasa cukup
dibayar segitu. Bahkan dia bilang tadi dagangannya dari pagi hanya saya
satu-satunya pembeli, berarti seharian tadi dagangannya belum laku sama
sekali. Pikiranku tiba-tiba melayang. Tiba-tiba aku merasa ngeri.
Betapa aku masih sedemikian kerdil. Betapa aku masih suka merasa kurang
dengan gajiku. Padahal keadaanku sudah - sangat jauh - lebih baik dari
dia. Allah sudah sedemikian baik bagiku, tapi perilakuku belum seberapa
dibandingkan dengan pemuda itu, yang dalam kekurangannya, masih mau
memberi, ke aku, yang sudah berkelebihan.
Diatas motor dalam
perjalanan pulang itu kejadian barusan masih melekat dibenakku. Aku
terharu dan airmata menitik. Allah..maafkan hamba yg masih kurang
bersyukur atas segala nikmatMu kepadaku. Maafkan hamba yg tadi sempat
bersuudzon kepada pemuda itu. Ternyata, soal kejujuran..aku tidak lebih
baik dari dia....T.T
"Fabiayyi alaa i robbikumaa
tukadzibaan"... ini adalah ayat alquran favoritku. Tapi ternyata aku
bener2 belum bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan keseharianku.
Hikz..
Siang itu aku merasa mendapat pelajaran berharga. Siang
itu aku seperti diingatkan. Bahwa kejujuran itu langka. Bahwa kepuasan
hati itu ada didalam rasa syukur.
"Dan jika engkau mensyukuri
nikmatKU, maka Aku akan menambah nikmatKu kepadamu. Tapi jika engkau
mengingkari nikmatKu, maka sesungguhnya azabKu sangat pedih" (
QS.Ibrahim , 7 ).
ubhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa'atuubu Ilaik
Barakallahufikum..semoga bermanfaat
Banyak sayang dan cinta,
Wassalamualaikum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar