Sebagai pengajar tentu kita selalu dituntut untuk peka
dengan keadaan dan lingkungan sekitar pendidikan, juga memanfaatkan mood.
Usahakan apa yang kita ajarkan, atau cara mengajar kita, tidaklah monoton,
sebab hal itu bisa membuat murid merasa bosan.
Nabi kita sering sekali memanfaatkan kesempatan bagus
dengan terjadinya suatu peristiwa untuk menyampaikan pelajaran dan pendidikan
pada sahabat-sahabatnya. Beliau sering menghubungkan suatu kejadian dengan
ajaran dan ilmu yang ingin beliau sampaikan pada sahabatnya. Sebab dengan salah
satu cara itu, ilmu bisa lebih dipahami dan menancap di memori, karena lebih
jelas dan gamblang dengan contoh peristiwa yang terjadi langsung di depan mata
kepala mereka.
Di antara contoh metode ini:
"suatu hari Nabi S.a.w berjalan-jalan sidak meninjau pasar diiringi sebagian sahabat-sahabat besar, dan tentu saja orang-orang pun berkumpul mengerumuni beliau. Saat berkeliling, sudut mata beliau menangkap seonggok bangkai kambing yang berteling kecil, oleh beliau, bangkai itu diambilnya dengan menjewer telinganya, lantas beliau berucap: “siapa di antara kalian yang mau mengambil (bangkai) ini dengan satu dirham saja?”.
"suatu hari Nabi S.a.w berjalan-jalan sidak meninjau pasar diiringi sebagian sahabat-sahabat besar, dan tentu saja orang-orang pun berkumpul mengerumuni beliau. Saat berkeliling, sudut mata beliau menangkap seonggok bangkai kambing yang berteling kecil, oleh beliau, bangkai itu diambilnya dengan menjewer telinganya, lantas beliau berucap: “siapa di antara kalian yang mau mengambil (bangkai) ini dengan satu dirham saja?”.
“tidak seorang pun dari kita yang mau wahai Rosul, buat
apa (bangkai kambing ini)?” mereka menjawab.
“kalau gratis, mau tidak?” tanya Rosul lagi.
“Demi Allah, walaupun hidup, kambing ini saja sudah cacat
karena bertelinga kecil, apalagi mati?” jawab orang-orang lagi.
“Dan demi Allah, sesungguhnya harta dunia bagi Allah
lebih rendah daripada (kambing) ini bagi kalian”, tukas Rosul S.a.w dengan
tenang" (HR.Muslim).
Pada kesempatan lain, Nabi S.a.w duduk-duduk bersama
sahabatnya pada malam bulan purnama di bawah langit terbuka. Sejenak kemudian
beliau melihat bulan purnama itu dan bersabda : “Sesungguhnya kalian akan
melihat Tuhan kalian pada hari kiamat nanti sebagaimana kalian melihat bulan
purnama itu. Kalian tidak berdesak-desakan dalam melihatnya bukan?” (HR.Bukhori).
METODE 22 : Selingan joke, kelakar, dan bersenda gurau saat mengajar.
Sebagai pengajar, kita dituntut untuk selalu peka dengan
keadaan psikologis murid. Jangan buat mereka tegang dan merasa terbebani dengan
materi yang kita sampaikan, sebisa mungkin kita harus bisa membuat mereka
mencintai pelajaran yang disampaikan. Karena kecintaan murid pada suatu mata
pelajaran tertentu (lebih baik lagi semuanya) adalah kunci kesuksesan kegiatan
belajar mengajar, terutama pada pelajaran-pelajaran eksakta.
Saat kita melihat dan merasakan bahwa murid kita
mengalami ketegangan, kejenuhan, maka segera kendorkan urat syaraf mereka
dengan sedikit canda. Buat mereka tersenyum atau tertawa, tentu dengan canda
yang ilmiah, bukan humor murahan. Karena dengan tertawa, pikiran akan fresh
kembali dan tentu membuat murid giat dan semangat lagi. Sebab, kebanyakan
orang, bisa menyerap dan mengambil pelajaran melalui senyuman, dan wajah yang
berseri. Sangat berbeda sekali jika murid merasa terintimidasi dan tertekan
karena melihat wajah kita yang tertekuk muram tanpa senyum, apalagi jika kita
selingi dengan bentakan dan umpatan.
Ketegangan saat belajar bisa melelahkan dan melumpuhkan
pikiran, dan kelakar sederhana akan mengurangi bahkan menghilangkan ketegangan
itu, seberat apapun materi yang kita sampaikan.
Dan Nabi S.a.w pun ternyata pada banyak waktu-waktu
tertentu menggunakan metode ini. Beliau mencandai sahabatnya saat mengajar, dan
membuat mereka tersenyum, namun beliau dalam bercanda tidak mengatakan sesuatu
kecuali kebenaran.
Namun tentu saja canda dan tawa itu tidak berlebihan,
seperlunya saja. Sebab tawa yang berlebihan itu bisa membuat hati keras, bahkan
bisa menjatuhkan wibawa. Sekedarnya saja, terutama saat murid sudah terlihat
jenuh, dan sekiranya murid tidak takut pada kita, namun tetap hormat dan segan
pada kita dalam waktu yang sama.
Seperti yang dicontohkan Nabi S.a.w ketika ada nenek tua
bertanya pada beliau, apakah dia masuk surga? Dengan bercanda Rosul S.a.w
menjawab kalau di surga tidak ada nenek tua sepertinya. Tentu saja nenek itu
terkejut dan bersedih (karena mengira bahwa dirinya tidak masuk surga), namun
segera dijelaskan oleh beliau, bahwa orang yang masuk surga nanti semua menjadi
muda belia kembali,
jadi nenek tua itu akan kembali lagi menjadi gadis. Nenek
itupun akhirnya tersenyum berseri-seri.
Begitu juga seperti yang diriwayatkan Abu Daud dan
Tirmidzy, dari Anas : “Ada seseorang minta pada Rosululloh S.a.w onta shodaqoh agar dia bisa menjadikannya sebagai
pengangkut barang. Rosul menjawab orang itu: “iya, aku beri kamu anak onta
betina”, tentu saja orang itu terheran-heran.
“wahai Rosul? Apa gunanya anak onta? Belum bisa dibuat
apa-apa”, sebab orang itu ingin onta dewasa.
“(Lho), bukankah onta yang kamu minta tadi juga
dilahirkan onta betina?” jawab Rosul seraya tersenyum simpul.
Dengan berkelakar, Rosul S.a.w memberikan orang itu
pengertian, bahwa sesungguhnya onta jantan dewasa, sebesar apapun, sudah
sanggup mengangkat apapun, tetaplah sebelumnya dilahirkan oleh onta betina,
induknya.
METODE 23 : Memantapkan keterangan dengan sumpah
Untuk menekankan pentingnya ajaran yang disampaikan, atau
untuk memperkuat sebuah hukum yang ditetapkan, terkadang Nabi S.a.w menggunakan
kata sumpah, sehingga para sahabat benar-benar
memperhatikan hal itu.
“Demi Dzat yang jiwaku ada di Tangan-Nya, kalian tidak akan masuk
surga hingga kalian beriman, dan kalian tidak beriman hingga kalian saling
mencintai (dan menyayangi). Kalian mau kutunjukkan sesuatu yang jika kalian
laksanakan kalian bakal saling mencintai? Tebarkan ucapan salam di antara
kalian”.(HR.Muslim).
METODE 24 : Mengulangi keterangan sampai tiga kali
Dan Rosululloh S.a.w, sebagai pemimpin dan panutan para
pengajar telah mencontohkan pada kita akan hal ini, beliau terbiasa mengulangi
sebuah keterangan atau ajaran yang disampaikan sampai tiga kali. Di samping
agar bisa dipahami dengan lebih baik, juga akan membuat murid lebih menaruh
perhatian terhadap pentingnya materi yang disampaikan.
Contoh ini bertebaran
banyak sekali di kitab-kitab hadits, dan para sahabat juga mengatakan, bahwa
Nabi S.a.w jika berbicara dan menyampaikan ajaran, beliau selalu mengulanginya
tiga kali, sehingga kalimat-kalimat beliau itu bisa dipahami dengan baik oleh
siapapun yang mendengarnya.
METODE 25 : Menarik perhatian murid dengan merubah posisi
Di samping mengulangi keterangan tiga kali, untuk menarik
perhatian dan isyarat akan pentingnya sebuah masalah, beliau S.a.w kadang
merubah posisi duduknya. Asalnya menerangkan seraya duduk bersandar pada sesuatu,
seketika tiba-tiba beliau duduk tegak.
Semisal ketika beliau bertanya pada sahabatnya, saat itu
beliau duduk bersandar: “Kalian mau tahu, apa dosa yang paling besar?”, tiga
kali beliau mengulang pertanyaan ini.
“iya wahai Rosul”, jawab para sahabat.
“Mensekutukan Allah, durhaka pada orang tua”, lanjut
beliau, saat beliau masih duduk bersandar, tiba-tiba beliau duduk tegak seraya
meneruskan jawaban yang belum beliau rampungkan.
“Dan sumpah serta kesaksian palsu. Ingat! Sumpah dan
kesaksian palsu! Sumpah dan kesaksian palsu!” (H.R. Bukhori dan Muslim).
METODE 26 : Menarik perhatian dengan berulang-ulang memanggil nama si
murid.
Di sebagian kesempatan, beliau memanggil nama sahabatnya
terlebih dahulu, berulang-ulang, untuk menarik perhatiannya, sebelum
menyampaikan apa yang ingin beliau ajarkan.
Bukhori dan Muslim meriwayatkan dari Mu’adz bin jabal :
“Ketika aku dibonceng oleh Rosululloh S.a.w di belakang
kendaraannya, beliau memanggilku:
“Mu’adz”.
“iya wahai Rosul”
“Mu’adz”.
“Iya baginda Rosul”
“Mu’adz”,
“iya duhai Rosul”,
“tahukah kamu? Apa hak Allah yang harus dipenuhi para
hamba-Nya?”
“Allah dan Rosul-Nya lebih tahu”.
“Hak Allah yang harus dipenuhi hamba-Nya adalah, mereka
menyembah-Nya dan tidak mensekutukan-Nya”.
Kemudian kita berjalan lagi, dan Rosul memanggil kembali
“Mu’adz”
“Iya wahai Rosul”
“Kamu tahu? Apa haknya hamba yang akan dipenuhi Allah,
jika hamba itu memenuhi hal Allah (tadi)?”
“Allah dan Rosul lebih tahu”
“Hak hamba yang akan dipenuhi Allah adalah Allah tidak
akan Menyiksanya”.
METODE 27 : Menarik perhatian murid dengan memegang tangan atau
pundaknya
Tidak hanya itu, agar sang sahabat lebih menaruh perhatian terhadap apa yang diajarkannya, dan tentu agar lebih mengingatnya lagi; beliau S.a.w terkadang menggandeng sahabat itu, atau memegang tangannya, atau meletakkan tangan beliau di pundak sahabat itu.
Tidak hanya itu, agar sang sahabat lebih menaruh perhatian terhadap apa yang diajarkannya, dan tentu agar lebih mengingatnya lagi; beliau S.a.w terkadang menggandeng sahabat itu, atau memegang tangannya, atau meletakkan tangan beliau di pundak sahabat itu.
Ibnu Mas’ud bercerita : “Rosululloh S.a.w mengajariku lafadz
tahiyyat (seraya telapak tanganku ada dalam genggamannya) sebagaimana beliau
mengajariku surat-surat dari Al-Qur’an”. (H.R. Bukhori-Muslim).
Begitu juga yang dituturkan Abdulloh bin Umar :
“Rosululloh S.a.w memegang pundakku sembari bersabda : “Hendaknya kamu merasa
hidup di dunia ini layaknya orang asing, atau pengembara, dan anggaplah dirimu
selalu sebagai penduduk kuburan.” (H.R. Bukhori-Tirmidzy).
Atau seperti yang beliau lakukan pada Abu Dzar
Al-Ghifari, saat bertanya tentang jika ada orang menunda-nunda sholat, Rosul
S.a.w langsung menepuk paha Abu Dzar dan berkata : “Sholatlah pada waktunya”,
(H.R.Muslim). yakni maksudnya jangan ditunda-tunda sampai hampir habis
waktunya, apalagi jika sampai kehabisan waktu sholat.
METODE 28 : Memancing murid untuk mengungkap
sesuatu dengan menyamarkannya
Bermacam-macam cara Rosululloh S.a.w untuk mengajar dan mendidik sahabatnya. Terkadang beliau tidak memberikan secara langsung pelajaran apa yang akan disampaikannya. Namun beliau menyamarkan dan merahasiakannya, atau memberi semacam sandi dan sindiran, agar sahabat itu penasaran dan mencari sendiri pelajaran apa yang dimaksud Rosul tersebut, tentu melatih juga kepekaan sahabat tersebut.
Dan tujuan beliau agar pelajaran itu (jika berhasil
diungkap sahabatnya tadi), akan lebih berpengaruh di hati dan menancap di
ingatan.
Anas bin Malik bercerita : “Suatu hari seperti biasa di
majelis Nabi S.a.w, kami duduk-duduk (belajar) bersama beliau. Lalu beliau
berkata : “Sekarang ini ada orang yang mau datang (ke sini), dan dia termasuk
penduduk surga”.
Sejenak kemudian ada seseorang masuk, dan dari jenggotnya
masih menetes sisa air wudhu, dan tangan kirinya menenteng sandal.
Keesokan harinya, lagi-lagi Rosululloh S.a.w berkata hal
yang sama, dan lagi-lagi orang itu yang muncul, dengan keadaan yang sama.
Begitu pula pada hari ketiga.
Setelah Rosululloh S.a.w berdiri, salah satu dari kami
(yaitu Abdulloh bin Amru bin Ash) diam-diam pergi mengikuti orang itu, dia
tampak penasaran sekali dengan apa yang dilakukan orang itu, sehingga
membuatnya (mendapat jaminan) termasuk salah satu penduduk surga.
Setelah melalui investigasi (beberapa hari), ternyata
Abdulloh melihat jika orang tidur dan dia merubah posisi tidurnya, dia selalu
berdzikir menyebut nama Allah. Akhirnya (untuk menambah pengetahuan dan
mengobati rasa penasarannya), Abdulloh bertanya pada orang itu, apa yang
dilakukannya selama ini.
“Aku tidak melakukan apa-apa, kecuali yang kamu lihat
tadi anakku. Hanya saja juga, tidak pernah terlintas di hatiku untuk menipu
sesama orang islam, juga tidak ada perasaan iri dengki di hatiku kepada orang
lain yang diberi kenikmatan oleh Allah”, jawab orang itu.
“Ini dia yang menyebabkan paman sampai pada derajat (dan
tingkatan) itu, dan ini yang kami tidak sanggup,” kata Abdulloh kemudian"
(H.R.Ahmad).
Dan orang tersebut adalah Sa’ad bin Abi Waqqosh, salah
satu di antara 10 pembesar sahabat yang dijamin Rosululloh S.a.w masuk surga.
METODE 29 : Menyebut akibat terlebih dahulu, sebelum menyebut sebab.
Di antara cara Rosul S.a.w dalam mengajar adalah, dengan
menyebut akibat sesuatu hal secara langsung dengan tanpa menjelaskan sebabnya
terlebih dahulu, dengan tujuan memancing sahabatnya agar bertanya, dan
merangsang pikiran mereka untuk mengungkap hal yang beliau globalkan itu.
Beliau ingin membuat syaraf motorik para sahabatnya terus bekerja. Setelah itu baru beliau menjelaskan dengan rinci apa yang beliau maksud, dengan begitu kepahaman akan lebih menancap kuat di ingatan sahabat-sahabatnya.
Beliau ingin membuat syaraf motorik para sahabatnya terus bekerja. Setelah itu baru beliau menjelaskan dengan rinci apa yang beliau maksud, dengan begitu kepahaman akan lebih menancap kuat di ingatan sahabat-sahabatnya.
Suatu ketika saat beliau duduk-duduk dengan para
sahabatnya, tiba-tiba beliau berkata : “Sungguh rugi! Sungguh rugi! Sungguh
rugi!”
Tentu para sahabat terkejut dan terheran-heran, lalu
bertanya, “Siapa wahai Rosul?”
“Seseorang yang masih menemui kedua orang tuanya atau
salah satunya dalam keadaan tua, kemudian dia tidak bisa masuk surga”. (H.R.
Muslim).
Maksud Nabi, orang itu sangat merugi tidak masuk surga
sebab tidak bisa berbakti kepada orang tuanya yang telah masuk usia senja,
apalagi jika sampai berani durhaka dan membentak-bentaknya, wal iyadzu billah.Di kesempatan lain Rosul berkata : “Demi Allah tidak
beriman! Demi Allah tidak beriman! Demi Allah tidak beriman!”“Siapa yang engkau maksud ya Rosul?”
“Seseorang yang tetangganya tidak merasa aman karena gangguan-gangguannya”. (H.R. Bukhori).
METODE 30 : Mengglobalkan sesuatu, kemudian merincinya
Di antara kreatifitas Rosululloh S.a.w dalam mengajar
adalah mengglobalkan terlebih dahulu sebuah masalah yang dianggap penting, lalu
kemudian baru menjelaskan dan memperinci satu persatu masalah itu, agar mudah
diingat dan dipaham.
Contoh metode ini, riwayat Hakim dari Ibnu Abbas, Rosul
S.a.w bersabda :
“Manfaatkanlah 5 hal, sebelum datangnya 5 hal :
1.
Masa
mudamu, sebelum datang masa tuamu
2.
Kesehatanmu,
sebelum kamu sakit
3.
Saat
kamu kaya, sebelum kamu jatuh miskin
4.
Waktu
luangmu, sebelum kamu sibuk
5.
Hidupmu,
sebelum kamu mati
Atau sebagaimana riwayat lain dari Abu Hurairah, Rosul
S.a.w bersabda :
“Seorang wanita itu, (biasanya) dinikahi karena 4 hal :
1.
Hartanya
(kekayaannya)
2.
Garis
keturunannya
3.
Kecantikannya
4.
Agamanya
(Maka jika kalian ingin menikah), pilihlah wanita
(sholehah) yang punya agama, niscaya kalian akan beruntung. (H.R. Bukhori
Muslim) .
METODE 31 : Mau’idzoh dan Tadzkiroh (Menasehati dan mengingatkan)
Ini adalah salah satu metode paling penting dan paling menonjol yang kerap dipakai Rosululloh S.a.w dalam mengajar dan mengarahkan ummatnya, sebagaimana metode no.1. Hal itu sebab beliau S.a.w mengikuti perintah dalam Al-Qur’an:
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya
peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (QS.Adz-Dzaariyat : 55)
“…sesungguhnya
kamu adalah orang yang memberi peringatan.” (QS.Al-Ghaasyiyah : 21)
Dan pada dasarnya, hampir sebagian besar dari
ajaran-ajaran beliau, diambil dan disampaikan lewat mau’idhoh-mau’idhoh dan
orasi umum beliau.
Irbadh bin Sariyah bertutur : “Rosululloh S.a.w sholat
bersama kita, usai sholat beliau menghadap pada kami, dan memberikan mau’idzoh
panjang lebar, yang membuat mata meneteskan airmata dan hati bergetar takut.
Setelah itu ada orang angkat suara : “Ya Nabi, ini
sepertinya pesan dari orang yang mau mengadakan perpisahan, lalu apa yang
engkau pesankan dan tekankan pada kami?”
“Aku wasiatkan pada kalian semua untuk selalu bertakwa
pada Allah, sam’an wa
tho’atan, mendengar dan taat (suka atau tidak suka, pada pemimpin
kalian), walau dia seorang budak berkulit hitam. Sebab sesungguhnya kalian yang
hidup setelahku nanti, akan melihat banyak sekali perselisihan. Maka
berpeganglah erat-erat pada sunnah (ajaran)ku dan ajaran para Khulafa’ Arrasyidin
setelahku. Peganglah erat-erat dan gigit kuat dengan geraham kalian. Dan
berhati-hatilah dengan hal-hal baru (yang tidak ada hubungannya dengan ajaran
agama, tetapi dinisbat dan disandarkan pada agama, mengklaim bahwa itu
darinya). Karena tiap hal yang baru itu bid’ah, dan tiap bid’ah itu menyesatkan
"(HR. Abu Daud, Tirmidzy dan Ibnu Majah).
Jabir bin Abdulloh juga bercerita : “Rosululloh S.a.w
jika berorasi dan berpidato, matanya memerah, intonasi nada suaranya meninggi,
dan (seolah-olah) sangat marah, laksana orang yang memperingatkan akan datangnya
serangan mendadak dari lawan.”, beliau bersabda : “Aku diutus, dan (jarakku
dengan) hari kiamat laksana ini!” seraya mentautkan jari telunjuk dan jari
tengahnya.
Beliau juga berkata : “Amma
Ba’du (dan setelah itu), sesunggunya sebaik-baik kata-kata adalah
Kitab Allah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad S.a.w, dan
sejelek-jelek perkara adalah hal-hal baru, dan setiap bid’ah adalah sesat.”
Kemudian berkata dalam orasinya : “Aku lebih utama (dan
berhak) menanggung setiap orang mukmin daripada dirinya sendiri. Siapa yang
meninggal dan menyisakan harta, maka untuk pewarisnya, dan siapa yang meninggal
sementara dia menanggung hutang, atau barang hilang, maka aku yang menebus dan
menanggungnya”. (H.R. Muslim dan Annasa’i).
METODE 32 : Memotivasi dan menakut-nakuti
Dalam istilah ilmu hadits, metode ini terkenal dengan
sebutan At-targhieb wa
at-tarhiib, bahkan metode pengajaran Rosul jenis ini sampai
dibukukan dalam karya dan karangan yang menyendiri dalam beberapa jilid besar.
Metode ini adalah metode dengan cara memberi semangat dan
motivasi terhadap suatu kebaikan, dengan menyebut efek positif kebaikan
tersebut serta janji pahala dan surga. Atau menakuti-nakuti serta peringatan
terhadap suatu keburukan, dengan menyebut dampak negatif sekaligus ancaman dosa
dan masuk neraka.
Semisal menganjurkan sholat dluha sekaligus menyebut
pahalanya, atau melarang dengki dengan menyebut efek sampingnya, dan lain
sebagainya.
METODE 33 : Cerita dan Kisah
Semua pengajar pasti mengenal dan pernah mempraktekkan
metode ini, metode yang telah lama sekali jamak dalam dunia pendidikan;
menanamkan pelajaran dan nilai-nilai moral melalui media cerita dan kisah. Dan
metode ini termasuk sangat efektif sekali, sebab murid akan dengan mudah
mengambil pelajaran dan ibroh pada kisah yang terjadi. Metode ini sangat bagus
sekali diterapkan di kalangan pemula, terutama anak-anak dan remaja; kelompok
usia yang cenderung tidak mau dipaksa belajar, dan kelompok usia yang cenderung
tidak mau digurui dan sering bertindak impulsif (dengan alasan mencari
identitas dan jatidiri).
Karena dengan berkisah, kita tidak secara langsung
menjadikan pendengarnya sebagai obyek, tetapi yang kita jadikan obyek adalah
pihak lain (tokoh dalam cerita itu), dan kita membiarkan pendengar (murid) kita
secara alamiah mengambil dan memetik sendiri hikmah, sekaligus pelajaran di
balik kisah itu.
Dan sejak lebih dari 1400 tahun yang lalu, Nabi kita pun
juga telah menggunakan metode ini, dengan menceritakan kisah bangsa-bangsa
terdahulu yang telah punah, atau kisah orang-orang pada masa Nabi-Nabi sebelumnya,
agar para sahabatnya mengambil sendiri pelajaran dari kisah yang beliau
ceritakan itu.
Selain itu juga banyak sekali ceritera-ceritera lain yang
beliau kisahkan, semisal kisah tentang cinta dan persahabatan yang tulus dan
murni karena Allah, seperti yang diriwayatkan Muslim dari Abu Hurairah.
Ada seseorang yang ingin menjenguk temannya di desa lain.
Allah Ta’ala lalu mengirim malaikat untuk menghadangnya di suatu jalan
tertentu. Ketika orang itu sampai di situ, malaikat (yang telah beralih rupa
menjelma jadi manusia) itu menanyainya.
“Mau kemana kamu?”
“Aku mau mengunjungi temanku di desa itu”, jawab orang
tadi.
“Kamu ada kepentingan apa sehingga pergi pada temanmu itu
karenanya? Tanya malaikat lagi
“Tidak ada kepentingan apa-apa, aku mengunjunginya hanya
karena aku mencintai temanku fillah,
karena Allah saja,” kata orang itu
“Ketahui, sebenarnya aku adalah malaikat yang dikirim
Allah padamu (untuk mengabarimu) bahwa Allah Mencintaimu, sebagaimana kamu
mencinta temanmu itu karena-Nya,” kata malaikat itu akhirnya sembari membuka
identitas dirinya.
Atau juga kisah-kisah beliau tentang anjuran untuk
menyayangi binatang dan peringatan agar tidak mengganggunya, serta memberikan
hak hidup binatang tersebut, sebagaimana dalam kisah anjing dan PSK (pekerja
seks komersial), atau kisah kucing dan wanita tua. Jauh sebelum para pecinta
binatang dan aktivis-aktivis yang peduli pada lingkungan hidup berteriak-teriak
menyuarakan pembelaan terhadap lingkungan dan makhluk hidup.
Atau kisah tentang bayi-bayi yang bisa berbicara, batu
yang bergerak karena amalan baik, kisah-kisah bangsa Israel, dan lain
sebagainya.
METODE 34 : Prolog singkat
Rosul S.a.w adalah sosok pengajar yang memiliki cita
rasa, perasaan dan kepekaan yang sangat tinggi. Dalam mengajarkan hal-hal yang
kurang etis disebut, beliau S.a.w tidak langsung menyampaikannya secara
terang-terangan, tetapi menggunakan pengantar atau tanda yang membuat
sahabat-sahabatnya paham dengan apa yang beliau maksud dan beliau ajarkan.
Sebagaimana riwayat Muslim dari Abu Hurairah, Rosul
Bersabda : “Sesungguhnya aku bagi kalian adalah ibarat orang tua dan anak, aku
ajari kalian (semua), jika kalian ke kamar kecil, maka hendaknya jangan
menghadap kiblat atau membelakanginya.”
Rasul S.a.w tidak langsung menyebut buang air, kecil
apalagi besar, tetapi siapapun paham, bahwa jika seseorang ke kamar kecil
adalah untuk BAK atau BAB.
Diterusan hadits yang lain, “Dan beliau memerintahkan
penggunaan 3 batu dan melarang penggunaan kotoran kering atau tulang”, tentu untuk
bersuci dan membersihkan diri setelah buang air. Beliaupun tidak menyebut
langsung.
“Beliau juga melarang penggunaan tangan kanan untuk
bersuci”, dalam membersihkan kotoran dari kemaluan, depan atau belakang, tetapi
menggunakan tangan kiri.
Dan metode ini digunakan beliau terlebih lagi jika
berkenaan dengan hal-hal yang sangat sensitif, semacam masalah kewanitaan, atau
hubungan seksual.
METODE 35 : Isyarat dan Sindiran
Dalam kesempatan tertentu, untuk mengajarkan sesuatu yang
tidak etis disebut langsung, Rosululloh S.a.w terkadang cukup menggunakan
isyarat atau sindiran.
Seperti ketika ada seorang wanita yang minta diajari tata
cara bersuci dari menstruasi, beliau hanya berkata, “Kalian ambil air dan daun
bidara, kalian pakai mandi, siram mulai dari atas
kepala kalian, basuh semua tubuh kalian secara merata, sampai pangkal rambut
juga, kemudian bilas tubuh kalian, setelah itu ambil kapas yang telah diberi
wewangian, gunakan untuk membersihkan….”, Rosul S.a.w tidak meneruskan
kalimatnya.
Wanita itu masih bertanya, “Bagaimana cara menggunakan
kapas itu untuk membersihkan? (bagian mana yang harus dibersihkan dengan kapas
itu)?”
Tentu Rosul S.a.w terperanjat dan berkata, “SubhanAllah ! Ya pakai
kapas itu untuk membersihkan”,
S.Aisyah, Istri beliau, lantas menarik wanita itu dan
membisikinya, “(maksud beliau), bersihkan tempat keluarnya darah" (H.R. Bukhori Muslim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar