Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu’alaikum
warohmatullohi wabarokatuh..
Saudara saudariku..
Maaf sahabat, walaupun sepertinya kurang
nyambung dengan bahasan sebelumnya, tapi insaAllah note ini tetap ada
kaitannya.
Sebetulnya saya pribadi kurang setuju dengan
istilah “Cinta Monyet” tersebut, yg sudah biasa dikatakan oleh mereka yg
mengenal cinta ketika masih dibangku sekolah SMP atau SMU. Tidak adakah istilah
lain yg lebih bagus sebagai hantinya ? Dan terlepas dari istilah tersebut, ada
seorang laki-laki, tepatnya adalah adik dari sahabat saya, pernah cerita kepada
saya atau boleh dibilang curhat.
Dia masih duduk di bangku SMA kelas tiga. Ada
seorang gadis yg pernah diincarnya ternyata mengecewakan hatinya. Ingatannya
kepada si gadis mengakibatkan studinya terganggu. Sampai segala aktivitasnya
sehari-hari ikut terganggu. Bahkan dia hampir down ketika nilai salah satu mata
pelajaran favorit yg diikutinya ternyata jatuh, lantaran sering memikirkan si
gadis. Maka pantaslah jika saya mengutip petuah Ibnu Qayyim al-Jauziyyah yg
mengatakan: “Seorang pecinta adalah korban pembunuhan oleh orang yg
dicintainya. Ia menjadi hamba yg tunduk dan hina di hadapan orang yg
dicintainya”. Masyaallah, alangkah meruginya dirimu jika hal ini terjadi padamu
sahabat.
Ya Allah, Engkau memang tidak pernah salah.
Tujuan-MU melarang mendekati zina memang lebih banyak mengandung maslahat
daripada mudharat. Engkau tidak akan pernah dzalim sedikitpun kepada hambaMU ya
Rabb.
Ya, karena yakin, perasaan suka -- atau lebih
dalam disebut cinta – antara seseorang kepada lawan jenisnya yg masih dibungkus
seragam sekolah, biasanya hanya sekadar cinta monyet yg tiada keinginan kuat,
apalagi keseriusan, untuk membingkainya kedalam sebuah ikatan pernikahan. Walaupun
ada juga yg ketika masih SMP atau SMU sudah memiliki keinginan utk menikah,
namun kasus seperti ini hanyalah satu diantara seribu.
Dan jika sudah begitu keadaannya, saya
sarankan lebih baik lupakan saja dirinya. Lebih baik memfokuskan diri menggapai
cita-cita yg belum terealisasi. Bukankah hal itu lebih realistis, lebih baik
dan lebih menyenangkan daripada memikirkan dirinya yg belum tentu adalah jodoh
yang Allah pilihkan untukmu..?
Kembali ke sahabat pelajar yang curhat
tersebut. Alhasil, dia belum bisa menerima dan tidak puas dengan jawaban yg
saya berikan. Seringnya mereka bertemu ( karena mereka satu sekolah ),
menjadikannya sulit sekali untuk melupakan si gadis. Ya begitulah cinta, memang sungguh menyiksa jika engkau menyikapi
datangnya cinta yg memang belum saatnya. Karena itu bagi saya pribadi,
cinta adalah sebuah pernikahan. Jujur saya katakan bahwa saya sendiri tidak
tahu bagaimana rasanya berpacaran dan bagaimana indahnya sekaligus deritanya
akibat dari cinta monyet tersebut. Karena sejak saya dibangku SMP, SMA, bahkan
di perguruan tinggi belum pernah merasakan namanya pacaran dengan segala atribut
indahnya yaitu cinta monyet tersebut.
Oleh karena itu, saya berpesan kepada saudara
dan saudariku yg masih berada di bangku sekolah, berhati-hatilah dengan cinta
monyet ! Untuk menjadi pelajar ideal, bukanlah mereka yg dikerubuti banyak
pacar, apalagi yg sampai banyak ‘Mewisuda’ para korbannya menjadi ‘Mantan’.
Justru seorang pelajar ideal adalah mereka yang berani BERBEDA dengan yg
lain-lainnya. Saat yg lainnya mampu pacaran, dia mampu menahan dan lebih
mementingkan menyelesaikan amanah yg ada dihadapan yaitu belajar. Berkreasi,
berprestasi, dan perpotensi untuk berupaya mengoptimalkan potensi yg dia
miliki.
----------------------------------------------------------------------
HATI-HATI DENGAN SMS
Masih seringnya bertemu kembali dengan
dirinya di sekolah, atau di suatu organisasi dengan dia yg pernah
mengobrak-abrik pertahanan dinding hati, biasanya akan menjadi siksa batin yg
teramat berat bila tidak disikapi dgn hati dan pikiran yg sehat. Walaupun sudah
berkomitmen untuk melupakannya, namun tidak semudah kita mengucapkannya.
Jika engkau pernah merasakan cinta monyet
ini, dan sudah merasakan pahitnya derita cinta model ini, dan jika tidak ingin
terjerumus kedua kalinya, maka saya sarankan hati-hatilah dengan komunikasi dua
arah yg menggunakan media digital atau SMS ini.
Perhatikanlah kasus berikut:
SMS 1.
Akhwat : “Akhi, bagaimana kabar antum? Kapan
antum balik kesini?”
Ikhwan : “ Alhamdulillah saya sehat2 saja.
Insya Allah senin depan saya kembali. Ukhti sendiri sehat? Memang ada apa ya ukh ?”
Akhwat : “Alhamdulillah saya jg sehat2 saja,
akh. Ya, tidak ada apa-apa. Cuma mau tanya saja, bgmn kelanjutan rapat kemarin.
Kapan kita akan rapat lagi ya Akh?”
SMS 2.
Akhwat : “Assalamualaikum akh, kapan kita
akan rapat lagi?”
Ikhwan : “Waalaikum salam, insa Allah senin
depan bisa”.
Sekilas, kalau dilihat antara sms 1 dan sms 2
hanya berbeda jumlah kata dan tarif pulsa untuk sms. Namun, dari situlah
sebenarnya kita patut waspada. Terkadang sms-sms itulah yg akan menjadi celah
bagi setan untuk menebarkan kembali ranjau – ranjaunya.
“Akhi, bagaimana kabar antum? Kapan antum
balik kesini?”, adalah sebuah ungkapan yg terkesan sederhana tapi menyimpan
sejuta makna. Terkesan seperti seseorang yg mengkhawatirkan keadaan kekasihnya.
Padahal engkau sudah berniat melupakan dirinya, tp kenapa smsmu seperti sms
seorang kekasih..?
Sungguh, kekuatan kata memiliki dampak yg
luarbiasa. Engkau tidak perlu bertele-tele menanyakan hal tentang dirinya jika
maksud sebenarnya hanya ingin bertanya kapan rapat berlangsung. Karena itu bila
dengan 5 kata saja informasi sudah cukup jelas, kenapa harus dengan 8 atau 10
kata? Bukankah sisanya merupakan kemubaziran?
Tidak usah basa-basi, langsung saja dengan
pertanyaa ke sasaran: “akh, kapan kita akan rapat lagi?”, bukankah itu sudah
sangat jelas? Jadi tidak perlu dgn menanyakan dirinya jika memang engkau tidak
mau terulang lagi dengan derita cinta monyet itu.
Bagaimana, engkau
setuju…????
SILATURAHMI TANPA HENTI
Orang bilang anak kecil itu kalau sudah
ngambek, lama sembuhnya. Padahal tidak selalu begitu. Sebetulnya yg mengambek
lama itu justru orang dewasa dan orang tua. Kalau tidak percaya, coba saja
lihat di sekelilingmu.
Misalkan dua anak kecil, namanya Ali dan
Rudi, berkelahi memperebutkan sebuah mainan. Salah satu anak itu kemudian
menangis. Biasanya, yg kemudian terjadi adalah permusuhan diantara kedua orang
tuanya, kadang sampai berlarut-larut, apalagi kalau ada anak yg terluka. Maka
ekspresi dan luapan kemarahan bisa lama bahkan berhari hari. Padahal beberapa
jam kmudian setelah berkelahi, Ali dan Rudi sudah kembali tertawa ceria dan
bermain bersama. Sejam lalu berkelahi, sejam kemudian sudah berkejar-kejaran.
Lalu, apa hubungan cerita Ali dan Rudi dengan
derita cinta monyet yg pernah engkau dapatkan ? Sahabat, biasanya seseorang yg
baru pertama kali jatuh cinta berkisar umur 14 tahun sampai 18 thn. Yaitu
masa-masa pertama kali masuk jenjang SMP dan SMA. Jika salah seorang diantara
mereka jatuh cinta dan kemudian patah hati, maka akan berlanjut sikap
diam-diaman selama beberapa bulan, bahkan bertahun tahun. Tidak saling menegur,
tidak saling menyapa, ketemu dijalan juga seolah-olah tidak melihat. Dan hal
itu trjadi hanya karena mereka tidak bisa membingkai cinta monyet mereka
selamanya.
Namun, apakah hanya karena ini silaturahmi
harus terputus? Engkau malu bertemu dengan dia? Tiada tegur sapa berbulan-bulan
hingga tiga turunan? Duh sahabatku, alangkah sempitnya engkau melihat dunia
kalau begitu?
Karena itu jadikanlah cinta monyet itu sebuah
pelajaran berharga, yang dapat engkau aplikasikan saat ini yaitu saat engkau
sudah dewasa, sudah matang, dan sudah siap untuk menjemput pujaan baru. Dan
saya berharap semoga silaturahmi juga tidak akan terputus, dan engkaupun akan
mampu berkata padanya: “ Engkau tetap saudaraku. Engkau tetap sahabatku. Karena
persahabatan dan persaudaraan yg kita bina bukan lantaran materi. Kita
bersahabat, berteman dan bersaudara karena Allah. Dan tiada pernah terputus
kecuali atas izin Allah”.
Tiada dendam, tiada sakit hati apalagi benci..!!!
Barakallahufiikum
Wassalam
(REF :
Fadlan Ikhwani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar