Musik ini pengantar bacaanmu di blog RDM

'Cinta Monyet, Sebuah Pelajaran' (bag.10)



Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh..

Saudara saudariku..
Maaf sahabat, walaupun sepertinya kurang nyambung dengan bahasan sebelumnya, tapi insaAllah note ini tetap ada kaitannya.
Sebetulnya saya pribadi kurang setuju dengan istilah “Cinta Monyet” tersebut, yg sudah biasa dikatakan oleh mereka yg mengenal cinta ketika masih dibangku sekolah SMP atau SMU. Tidak adakah istilah lain yg lebih bagus sebagai hantinya ? Dan terlepas dari istilah tersebut, ada seorang laki-laki, tepatnya adalah adik dari sahabat saya, pernah cerita kepada saya atau boleh dibilang curhat. 

Dia masih duduk di bangku SMA kelas tiga. Ada seorang gadis yg pernah diincarnya ternyata mengecewakan hatinya. Ingatannya kepada si gadis mengakibatkan studinya terganggu. Sampai segala aktivitasnya sehari-hari ikut terganggu. Bahkan dia hampir down ketika nilai salah satu mata pelajaran favorit yg diikutinya ternyata jatuh, lantaran sering memikirkan si gadis. Maka pantaslah jika saya mengutip petuah Ibnu Qayyim al-Jauziyyah yg mengatakan: “Seorang pecinta adalah korban pembunuhan oleh orang yg dicintainya. Ia menjadi hamba yg tunduk dan hina di hadapan orang yg dicintainya”. Masyaallah, alangkah meruginya dirimu jika hal ini terjadi padamu sahabat.

Ya Allah, Engkau memang tidak pernah salah. Tujuan-MU melarang mendekati zina memang lebih banyak mengandung maslahat daripada mudharat. Engkau tidak akan pernah dzalim sedikitpun kepada hambaMU ya Rabb.

Ya, karena yakin, perasaan suka -- atau lebih dalam disebut cinta – antara seseorang kepada lawan jenisnya yg masih dibungkus seragam sekolah, biasanya hanya sekadar cinta monyet yg tiada keinginan kuat, apalagi keseriusan, untuk membingkainya kedalam sebuah ikatan pernikahan. Walaupun ada juga yg ketika masih SMP atau SMU sudah memiliki keinginan utk menikah, namun kasus seperti ini hanyalah satu diantara seribu.
Dan jika sudah begitu keadaannya, saya sarankan lebih baik lupakan saja dirinya. Lebih baik memfokuskan diri menggapai cita-cita yg belum terealisasi. Bukankah hal itu lebih realistis, lebih baik dan lebih menyenangkan daripada memikirkan dirinya yg belum tentu adalah jodoh yang Allah pilihkan untukmu..?

Kembali ke sahabat pelajar yang curhat tersebut. Alhasil, dia belum bisa menerima dan tidak puas dengan jawaban yg saya berikan. Seringnya mereka bertemu ( karena mereka satu sekolah ), menjadikannya sulit sekali untuk melupakan si gadis. Ya begitulah cinta, memang sungguh menyiksa jika engkau menyikapi datangnya cinta yg memang belum saatnya. Karena itu bagi saya pribadi, cinta adalah sebuah pernikahan. Jujur saya katakan bahwa saya sendiri tidak tahu bagaimana rasanya berpacaran dan bagaimana indahnya sekaligus deritanya akibat dari cinta monyet tersebut. Karena sejak saya dibangku SMP, SMA, bahkan di perguruan tinggi belum pernah merasakan namanya pacaran dengan segala atribut indahnya yaitu cinta monyet tersebut.

Oleh karena itu, saya berpesan kepada saudara dan saudariku yg masih berada di bangku sekolah, berhati-hatilah dengan cinta monyet ! Untuk menjadi pelajar ideal, bukanlah mereka yg dikerubuti banyak pacar, apalagi yg sampai banyak ‘Mewisuda’ para korbannya menjadi ‘Mantan’. Justru seorang pelajar ideal adalah mereka yang berani BERBEDA dengan yg lain-lainnya. Saat yg lainnya mampu pacaran, dia mampu menahan dan lebih mementingkan menyelesaikan amanah yg ada dihadapan yaitu belajar. Berkreasi, berprestasi, dan perpotensi untuk berupaya mengoptimalkan potensi yg dia miliki.
----------------------------------------------------------------------

HATI-HATI DENGAN SMS

Masih seringnya bertemu kembali dengan dirinya di sekolah, atau di suatu organisasi dengan dia yg pernah mengobrak-abrik pertahanan dinding hati, biasanya akan menjadi siksa batin yg teramat berat bila tidak disikapi dgn hati dan pikiran yg sehat. Walaupun sudah berkomitmen untuk melupakannya, namun tidak semudah kita mengucapkannya.

Jika engkau pernah merasakan cinta monyet ini, dan sudah merasakan pahitnya derita cinta model ini, dan jika tidak ingin terjerumus kedua kalinya, maka saya sarankan hati-hatilah dengan komunikasi dua arah yg menggunakan media digital atau SMS ini.

Perhatikanlah kasus berikut:

SMS 1.
Akhwat : “Akhi, bagaimana kabar antum? Kapan antum balik kesini?”
Ikhwan : “ Alhamdulillah saya sehat2 saja. Insya Allah senin depan saya kembali. Ukhti sendiri  sehat? Memang ada apa ya ukh ?”
Akhwat : “Alhamdulillah saya jg sehat2 saja, akh. Ya, tidak ada apa-apa. Cuma mau tanya saja, bgmn kelanjutan rapat kemarin. Kapan kita akan rapat lagi ya Akh?”

SMS 2.

Akhwat : “Assalamualaikum akh, kapan kita akan rapat lagi?”
Ikhwan : “Waalaikum salam, insa Allah senin depan bisa”.
Sekilas, kalau dilihat antara sms 1 dan sms 2 hanya berbeda jumlah kata dan tarif pulsa untuk sms. Namun, dari situlah sebenarnya kita patut waspada. Terkadang sms-sms itulah yg akan menjadi celah bagi setan untuk menebarkan kembali ranjau – ranjaunya.
“Akhi, bagaimana kabar antum? Kapan antum balik kesini?”, adalah sebuah ungkapan yg terkesan sederhana tapi menyimpan sejuta makna. Terkesan seperti seseorang yg mengkhawatirkan keadaan kekasihnya. Padahal engkau sudah berniat melupakan dirinya, tp kenapa smsmu seperti sms seorang kekasih..?

Sungguh, kekuatan kata memiliki dampak yg luarbiasa. Engkau tidak perlu bertele-tele menanyakan hal tentang dirinya jika maksud sebenarnya hanya ingin bertanya kapan rapat berlangsung. Karena itu bila dengan 5 kata saja informasi sudah cukup jelas, kenapa harus dengan 8 atau 10 kata? Bukankah sisanya merupakan kemubaziran?

Tidak usah basa-basi, langsung saja dengan pertanyaa ke sasaran: “akh, kapan kita akan rapat lagi?”, bukankah itu sudah sangat jelas? Jadi tidak perlu dgn menanyakan dirinya jika memang engkau tidak mau terulang lagi dengan derita cinta monyet itu.
Bagaimana, engkau setuju…????


SILATURAHMI TANPA HENTI

Orang bilang anak kecil itu kalau sudah ngambek, lama sembuhnya. Padahal tidak selalu begitu. Sebetulnya yg mengambek lama itu justru orang dewasa dan orang tua. Kalau tidak percaya, coba saja lihat di sekelilingmu.
Misalkan dua anak kecil, namanya Ali dan Rudi, berkelahi memperebutkan sebuah mainan. Salah satu anak itu kemudian menangis. Biasanya, yg kemudian terjadi adalah permusuhan diantara kedua orang tuanya, kadang sampai berlarut-larut, apalagi kalau ada anak yg terluka. Maka ekspresi dan luapan kemarahan bisa lama bahkan berhari hari. Padahal beberapa jam kmudian setelah berkelahi, Ali dan Rudi sudah kembali tertawa ceria dan bermain bersama. Sejam lalu berkelahi, sejam kemudian sudah berkejar-kejaran.

Lalu, apa hubungan cerita Ali dan Rudi dengan derita cinta monyet yg pernah engkau dapatkan ? Sahabat, biasanya seseorang yg baru pertama kali jatuh cinta berkisar umur 14 tahun sampai 18 thn. Yaitu masa-masa pertama kali masuk jenjang SMP dan SMA. Jika salah seorang diantara mereka jatuh cinta dan kemudian patah hati, maka akan berlanjut sikap diam-diaman selama beberapa bulan, bahkan bertahun tahun. Tidak saling menegur, tidak saling menyapa, ketemu dijalan juga seolah-olah tidak melihat. Dan hal itu trjadi hanya karena mereka tidak bisa membingkai cinta monyet mereka selamanya.

Namun, apakah hanya karena ini silaturahmi harus terputus? Engkau malu bertemu dengan dia? Tiada tegur sapa berbulan-bulan hingga tiga turunan? Duh sahabatku, alangkah sempitnya engkau melihat dunia kalau begitu?
Karena itu jadikanlah cinta monyet itu sebuah pelajaran berharga, yang dapat engkau aplikasikan saat ini yaitu saat engkau sudah dewasa, sudah matang, dan sudah siap untuk menjemput pujaan baru. Dan saya berharap semoga silaturahmi juga tidak akan terputus, dan engkaupun akan mampu berkata padanya: “ Engkau tetap saudaraku. Engkau tetap sahabatku. Karena persahabatan dan persaudaraan yg kita bina bukan lantaran materi. Kita bersahabat, berteman dan bersaudara karena Allah. Dan tiada pernah terputus kecuali atas izin Allah”.
Tiada dendam, tiada sakit hati apalagi benci..!!!

Barakallahufiikum
Wassalam
 
(REF : Fadlan Ikhwani)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar