Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
PROLOG:
Exspecially untuk sahabat2
Pelangi, dan tak ketinggalkan note ini saya persembahkan untuk pembaca RDM yg
saya cintai dimanapun berada.
semoga tulisan ini menjadi satu MOTIVASI bagi sahabat2ku yang mungkin pernah merasakan PATAH HATI.
semoga tulisan ini menjadi satu MOTIVASI bagi sahabat2ku yang mungkin pernah merasakan PATAH HATI.
Pelangi = MeJiKuHiBiNiU. Merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan
ungu. Tujuh warna yang indah. Pernah kan kamu melihat pelangi?
Trus, apa hubungannya pelangi dengan patah hati? Kali ini, saya akan
mengajak kalian saudara dan saudariku yg seiman di jalan Allah, untuk menyusuri
lika-liku cinta bahwa patah hati pun bisa menyisakan pelangi di hati kalo kita
tahu menyikapinya.. Terutama kamu yang habis patah hati.
--> Kamu Yang Patah Hati:
Kamu yang patah hati, kamu yang lagi bersedih, kamu yang lagi merasa
sendiri, kamu yang merasa pingin mati, kamu yang…pokoknya kamu yang merasa tersakiti,
maksudnya kamu yang berstatus ukhti. Kenapa ukhti? Iya, karena ukhti atau
akhwat yang biasanya jadi korban patah hati. Karena akhwat yang biasanya suka
nangis bombay kalo ta’aruf gak jadi, atau diputusin sepihak sama ikhwan.
Ukhti fillah, Kenapa sih kamu patah hati? Karena ikhwan idamanmu mutusin
kamu? Karena ikhwan yg udah taruf bertahun2 trnyata memilih akhwat lain
drpd kmu? Karena kamu gak sesuai dengan kriteria yang dia mau? atau karena
keluarga nggak setuju? Atau bisa jadi semua pertanyaan tadi kamu setuju alias
emang sedang menimpamu?
KETAHUILAH..Patah hati itu terjadi karena harapan kamu lebih
besar daripada kenyataan yang menimpamu. Ingat , ajang ta’aruf ( dalam islam )
atau pacaran, atau apapun istilahnya itu.. tidak harus selalu terus dan
berakhir bahagia di pelaminan. Kemungkinan antara gagal dan terus sekitar
fifty-fifty. Namanya aja sedang dalam proses, untuk saling mengenal diri satu
sama lain. Kalo ada salah satu pihak, atau malah kedua belah pihak merasa nggak
cocok, maka persiapkan hatimu untuk menerima segala kemungkinan. Termasuk
ta’aruf putus di tengah jalan.
Tapi kan pedih. Iya, siapa yang gak merasa sedih ketika harapan sudah di
depan mata dan proses tinggal selangkah saja? Tapi kalo bukan jodoh, biar kata
juga kamu nangis tujuh hari tujuh malam sampe kering air matamu, atau keluar
air mata darah tetep aja gak bakal nyambung. Jadi, nangis dan bersedih secara
wajar boleh. Tapi jangan keterusan. Rugi banget kalo itu terjadi pada dirimu.
Si ikhwan yang mutusin kamu saat ini pasti udah lagi asyik proses taaruf
sama akhwat lain. Atau bisa jadi ia malah sudah gak ingat sama sekali sama kamu
yang pernah diajaknya ta’aruf. Memang nggak semua ikhwan kayak gini. Ada juga
yang mungkin aja sama-sama lagi bersedih kayak kamu saat ini. Tapi ikhwan
biasanya cepet banget ngelupainnya. Apalagi bila ini menyangkut perasaan. Dia
pasti sudah menyibukkan diri dengan pekerjaan or aktivitas lain sekedar untuk
ngelupain kamu. Maka rugi banget kalo kamu berlarut-larut dalam masa patah
hati.
Nah, daripada kamu cuma manyun mending kita telaah dan analisa disini…Cuma
butuh waktu 20 menit utk membaca notes ini smpe selesei.
--> Penyebab Patah Hati:
Ada banyak banget sebab-sebab kenapa sebuah proses ta’aruf menjelang
khitbah ( lamaran ), atau bahkan sudah khitbah itu sendiri, putus di tengah
jalan. Tulisan ini dibuat sekedar cermin buat Saudariku semua agar lebih
berhati-hati ke depannya. Agar tidak mengulang kesalahan yang sama. Bukankah
orang buta tak mau kehilangan tongkatnya untuk kedua kali? Apalagi kamu kan
bukan termasuk kategori orang buta ini. Jangan mau kehilangan hatimu yang kedua
kali.
Trus bagi kamu yang belum pernah patah hati, tulisan ini bisa jadi
pelajaran tanpa maksud menggurui. Bukankah orang bijak itu adalah dia yang bisa
mengambil pelajaran dan hikmah dari pengalaman orang lain? Sebutir mutiarapun,
biarpun jatuh ke lumpur akan tetap berkilau. Dan kata2 hikmah yg keluar dari
mulut si miskin, akan lebih bermakna drpd kata2 kasar dari si Kaya. Setuju..?
Tujuh (7) Macam Penyebab Kamu Patah Hati:
1. Keluarga.
Kamu dan si ikhwan sudah sama-sama setuju untuk proses ta’aruf menuju ke
pernikahan. Setelah mantap, si dia datang menghadap keluargamu. Awalnya
baik-baik saja. Tapi ketika ditanyakan Maisyah alias sumber nafkah, ortu merasa
masa depan anaknya akan suram kalo jadi menikah dengan ikhwan tersebut. Dengan
berbagai alasan seperti:
- anak saya masih pingin sekolah lagi
- adik-adiknya masih butuh banyak biaya. Biar anak saya cari duit dulu untuk bantu keluarga
- kakaknya belum nikah. Gak boleh sebagai adik mendahului kakak ( di adat jawa, hal ini msih berlaku ).
- Kalo jodoh gak akan lari ke mana
- De el el..
- adik-adiknya masih butuh banyak biaya. Biar anak saya cari duit dulu untuk bantu keluarga
- kakaknya belum nikah. Gak boleh sebagai adik mendahului kakak ( di adat jawa, hal ini msih berlaku ).
- Kalo jodoh gak akan lari ke mana
- De el el..
Nah, kalo ortu udah pake kalimat alasan di atas padahal kamu sudah ngebet
banget pengin menyempurnakan separuh agama, alamat ada batu terjal menghadang
langkah kalian berdua untuk proses lebih lanjut. Kalo kamu gigih meyakinkan
ortu trus kemudian mereka luluh tidak masalah. Tapi kalo ternyata pendirian
ortu jauh lebih gigih daripada perjuanganmu, ini merupakan indikasi bagi kamu
untuk patah hati.
Atau mungkin bukan maisyah atau nafkah yang jadi alasan. Bisa juga karena
domisili yang jauh. Kamu di pulau Jawa, si calon ada di Kalimantan atau
Sulawesi misalnya. Ortu kamu gak tega berjauhan dari putri tercinta. Tapi si
dia juga gak mungkin pindah ke Jawa karena beberapa alasan tertentu.
Atau, alasan lain semisal beda suku. Kamu dari Jawa, calonmu orang Sunda.
Atau sebaliknya. Pokoknya ortu pingin anaknya dapat jodoh yang sama asal
sukunya. Sehingga ta’aruf gak nyambung dan gak bisa berlanjut menjadi khitbah.
Kamu kudu pasrah dengan keputusan keluarga untuk gak jadi meneruskan proses
dengan ikhwan tersebut. Apalagi kalo kamu gak punya alasan kuat atau daya
tawar dalam keluarga. Misal : kamu selama ini kolokan banget dalam keluarga.
Apa-apa mama, sedikit-sedikit papa, kesana-kemari minta antar, gak mandiri,
jadi ortu dan keluarga gak tega kalo kamu dinikahi ikhwan tersebut. Khawatirnya
anak kesayangan mereka bakal kelaparan. Padahal kamunya udah setengah mati siap
lahir batin untuk hidup sengsara dengan ikhwan pujaan karena menurutmu ia baik
dan sholeh. Tapi apa daya, keluarga juga siap lahir batin untuk tetap
menghalangi niatmu jadian dengan pilihan hatimu.
2. Kelompok Ngaji.
Kamu merasa udah “KLIK” sama seorang ikhwan dan berniat melanjutkan proses
ke arah ta’aruf yang lebih serius. Keluarga pun juga gak ada masalah. Tapi
ternyata, ada hal lain yang membuat proses kalian tersendat. Turut campurnya
pembina pengajian tentang siapa yang akan menjadi jodohmu. Mulai dari anggapan kamu
belum cukup siap untuk membina rumah tangga karena baru aja mengawali ngaji
hingga ternyata calonmu ternyata tidak satu kelompok pengajian.
Wejangan-wejangan pun mulai dilancarkan untuk ‘menyadarkan’ kamu.
‘Kamu masih kecil. Umur juga masih 20 tahunan. Ngaji dulu yang rajin, jangan mikirin nikah mulu.’
‘Sudah sampe mana ta’arufnya?’
‘Kamu yakin dengan ikhwan ini? Dia nggak satu jama’ah dengan kita loh…’
‘Jangan lama-lama prosesnya. Tiga bulan dari sekarang harus sudah nikah…’
dan Karena nggak tahan dengan intervensi ini, proses kalian tak bisa berlanjut. Kamu pun patah hati.
‘Kamu masih kecil. Umur juga masih 20 tahunan. Ngaji dulu yang rajin, jangan mikirin nikah mulu.’
‘Sudah sampe mana ta’arufnya?’
‘Kamu yakin dengan ikhwan ini? Dia nggak satu jama’ah dengan kita loh…’
‘Jangan lama-lama prosesnya. Tiga bulan dari sekarang harus sudah nikah…’
dan Karena nggak tahan dengan intervensi ini, proses kalian tak bisa berlanjut. Kamu pun patah hati.
3. Pihak si dia.
Kali ini si ikhwan yang berinisiatif mengakhiri proses ta’aruf atau bahkan
khitbah denganmu. Kok bisa? Apa salahku??? Mungkin itu pertanyaan yang akan
menghantuimu ketika diputuskan sepihak. Bukankah selama ini visi dan misi kita
sama? Bukankah tak ada masalah serius dalam proses ini? Ortu dan keluarga juga
udah setuju. Semua kluarga besar juga udah beri lampu ijo. Lalu apa?
‘Maaf, sepertinya ta’aruf kita sampai di sini dulu saja.’
‘Sebaiknya kita off dulu aja ta’arufnya. Masih banyak hal yang perlu kita pertimbangkan sebelum dilanjutkan..’
‘Kita tak usah berhubungan dulu sementara ini. Saya punya banyak hal yang harus dipikirkan.’
‘Sebaiknya kita off dulu aja ta’arufnya. Masih banyak hal yang perlu kita pertimbangkan sebelum dilanjutkan..’
‘Kita tak usah berhubungan dulu sementara ini. Saya punya banyak hal yang harus dipikirkan.’
Dan banyak alasan lain.
Itu masih mending ada kata-kata yang mengisyaratkan ‘kita putus.’ Karena
ada juga beberapa tipe yang inginnya ta’aruf STOP tapi tak ada cukup keberanian
untuk mengatakannya pada kamu. Yang begini nih malah bikin pusing dan bingung.
Dibilang sudah ‘ada yang punya’ tapi belum jatuh khitbah. Atau bagi yang sudah
jatuh khitbah tapi tak ada kejelasan kapan nikah. Tapi dibilang masih ‘free’,
kok sudah proses setengah jalan. Nah, ribet banget jadinya.!
Ikhwan tipe ini sebetulnya pingin mutusin kamu tapi dia gak punya
keberanian untuk ngomong langsung. Alasan klisenya, khawatir menyakiti hati
perempuan. Padahal dengan sikapnya yang menggantung ini aja sudah cukup
menyakitkan, Jadi kalo kamu ngadepin tipe ini, kamu yg kudu tegas dan
punya sikap.
Secara syar’i, memang tak perlu ada alasan bagi pihak yang memutuskan lebih
dulu untuk memberi penjelasan mengapa dan kenapa ia memutuskanmu. Bisa jadi, ia
merasa kurang cocok selama proses ta’aruf meski kamunya ngotot sebaliknya. Bisa
jadi meski visi dan misi sesuai, tapi ternyata tak bisa sejalan menurut
kacamata si ikhwan. Atau…bisa jadi juga ternyata ada akhwat yang ternyata jauh
lebih segalanya dari kamu yang menerima panah asmaranya. Dia lebih cantik,
lebih kaya, anak pejabat dan konglomerat, dan supaya gak terkesan di cap matre,
si ikhwan pun pake alasan kalo nih akhwat dakwah dan pemahamannya jauh lebih
kenceng daripada kamu.
Kok bisa? Kan dia sedang proses denganku. Bahkan ia sudah menemui ortu dan
jatuh khitbah. Bagaimana mungkin ia ternyata dengan enaknya minta putus gitu
aja? Dan yang lebih menyakitkan, sebelum putus dengan kamu, ia sudah proses
ta’aruf dan khitbah dengan akhwat lain! Kamu benar-benar nggak bisa terima
kondisi ini.
Padahal kondisi ini bisa saja terjadi. Dan sangat bisa. Jadi, ketika kamu
akhirnya menjadi pihak yang diputus karena setelah dibandingkan dan ditimbang
memakai kacamata ikhwan tipe ini, ternyata levelmu kalah jauh dengannya, maka
jangan menyesal. Bahkan sebaliknya, kamu seharusnya bersujud syukur karena
Allah telah menunjukkan “bentuk aslinya” sebelum kalian terlanjur menikah.
Meski resikonya kamu jadi patah hati. Dan satu lagi, jangan pernah kamu
membenci dirinya, ikhwan yang telah mencuri hatimu.
4. Pihak Kamu.
Maksudnya? adalah kamu sebagai pihak yang memutuskan. Karena ketika kamu
memutuskan dia juga bukan tanpa pertimbangan. Meski konsekuensinya kamu musti
menangis lagi.
Kamu akhirnya memutuskan dia meski dengan rasa berat hati, tapi memang hal
terbaik yang menurutmu perlu diambil. Why? Karena setelah melalui proses
ta’aruf ternyata visi misi kalian nggak cocok. Ambil contoh misalnya dia adalah
teman lamamu ketika di SMU dulu. Kamu mengenal dia sebagai seorang yang cerdas,
baik hati dan tidak sombong, serta menyenangkan.
Ketika ia mengajak serius ke pernikahan dan kamu mengajukan syarat bahwa ia
harus mau berubah dengan mulai serius mengkaji Islam misalnya, ternyata ia
menolak. Ia merasa bahwa waktu dan energinya sudah terkuras untuk bekerja, jadi
mana ada waktu untuk ngaji apalagi berdakwah.
Masih mending kalau ia mendukung syariat dan khilafah sebagai bagian dari
perjuanganmu, tapi kalo ternyata ia malah menganggap itu ide gila alias khayal?
Kamu pun merasa berat untuk berjuang seorang diri bila ia yang jadi suamimu
nanti ternyata tak bisa diajak seiring sejalan menggapai cita-cita.
Atau bisa juga visi dan misi sejalan tapi ternyata kalian berdua tak bisa
menjadi mitra yang baik. Sama-sama egonya gede banget. Gak ada yang mau ngalah
kalo ada masalah. Misal kamu pingin dia sebagai pihak cowok menghubungi kamu
dulu dalam perencanaan ketemu ortu atau hal-hal persiapan pernikahan. Tapi
ikhwannya sendiri, ia merasa bahwa harusnya kamu yang menghubungi dia kalo
emang ortumu pingin ketemuan sama calon menantu. Satu sama lain merasa ‘yang
butuh siapa’. Waduh…kalo udah kayak gini, kamu pun jadi pusing berat. Mending
cukup sekian saja. Kamu pun mengambil keputusan besar dengan resiko patah hati.
5. Ajal.
Masa-masa ta’aruf sudah terlewati. Khitbah juga sudah dilakukan sang pujaan
hati. Hanya tinggal menentukan hari H menuju pernikahan. Semua hal pun sudah
dipersiapkan dengan matang. Menjelang seminggu pernikahan, ternyata takdir
berkata lain. Sang kekasih meninggalkan dunia fana untuk bertemu dengan sang
pencipta. siapa yang bisa menduga kapan ajal datang?
Kamu pun patah hati. Rasa-rasanya sebagian hatimu telah dibawanya pergi ke
alam baqa. Kamu pun bertekad tak akan jatuh cinta lagi. sampe sebegitunyakah?
Padahal, mempunyai suami atau pun calon suami seorang pejuang, apalagi ini
pejuang bukan sembarang pejuang, tapi pejuang syariat dan khilafah, salah satu resiko
adalah ajal. Terlebih bila perjuangannya benar-benar di garis yang telah
ditentukan, no compromise terhadap ide dan sistem kufur. Bukannya malah mencari
jalan aman dengan alasan demi perjuangan.
Kembali ke ajal. Semua manusia pasti akan pernah merasakannya. Bahkan semua
makhluk yang bernyawa pasti akan selalu diintai oleh si ajal ini. Jadi kenapa
patah hati? Bukankah itu menunjukkan bahwa Allah mencintai sang calon-mu
daripada rasa cinta yang kamu punya? Kenapa tak berusaha mengikhlaskan
kepergiannya dan mengiringinya dengan doa?
Aku ikhlas kok. Mungkin itu penyangkalanmu. Kalo ikhlas, lalu kenapa
menutup hati bagi yang lain? Bukankah life must go on? Hidup masih terus
berjalan, meski dengan atau tanpa kekasih hati. Kalo kamu terus menerus menutup
diri, ungkapan ikhlas kamu cuma di mulut. Padahal sikap kamu malah menunjukkan
sebaliknya. Ini nggak konsisten namanya.
Siapa sih yang pingin dijemput maut di saat menjelang hari H
pernikahan? GAK ADA ! Si dia pun gak akan rela seandainya melihat kamu yang terus-menerus
bersedih menangisi kepergiannya. Sedih boleh. Menangis juga boleh. Tapi kalo
terus-terusan? Udah nggak bagus untuk kesehatan fisik dan mentalmu, juga nggak
bagus bagi kelangsungan aktifitas dan dakwahmu.
6. Sama-samaGengsi.
Gengsi? ini adalah jenis makanan mental terburuk untuk ditelan. Kamu punya
rasa merah jambu ke salah satu ikhwan alias kamu pingin banget untuk
mendampingi perjuangannya alias lagi, kamu pingin banget jadi istrinya. Tapi
apa daya, kamu merasa kalo jadi akhwat tuh gak boleh mengungkapkan perasaan
duluan. Tabu dan pamali katanya, kalo hukum social masyarakat diserahkan pada
perasaan manusia, memang repot. Bagaimana kalo akhwat nembak ikhwan duluan. Ada
nggak sih contoh teladan kita? Ada..yaitu ibunda Khatijah yg menginginkan Nabi
Saw utk menjdi suaminya..!
Kembali ke gengsi. Kamu gak ada inisiatif untuk mengungkapkan isi hati ke
ikhwan pujaan. Ternyata si ikhwan juga mengalami hal yang sama. Bukannya gak
berani, tapi si ikhwan mengidap sakit minder yg berlebihan. Si ikhwan pingin
nikah tapi apa daya Maisyah ( harta ) yang ia punya pas-pasan. Padahal dalam
hatinya ia udah ngebet pingin banget dapetin Aisyah alias punya istri. Belum
apa-apa ia udah minder duluan, khawatir gak ada akhwat yang mau.
Belum lagi kalo kamu bertipe ‘high’ alias Tajir. Kamu udah cantik, cerdas,
ortumu pejabat dan pengusaha sekaligus, kamu pun berdarah biru di sukumu,
dakwahmu oke, jam terbangmu tinggi, wah…pokoknya tipe ‘Yang semua lelaki
inginkan’. Si dia yang telah memikat hatimu jadi gak PD untuk pedekate atau
taaruf. Meski ikhwan-ikhwan yang lain antri kayak nagih utang, kamu tetap gak
bisa ke lain hati. Nah, kalo kamu tetap bertahan pada gengsimu dan si ikhwan
pujaan juga bertahan pada gengsi dan mindernya, sampe kapan pun kalian sulit
bersatu..!
SOLUSINYA: Si akhwat yg harus berkata duluan ! Bukanlah hal yg
hina dan murahan ketika seorg akhwat mengajukan diri utk dilamar ikhwan jika
memang si ikhwan sudah diridhoi dari segi agamanya. Bahkan itu suatu hal yg
mulia. Itulah yg terjadi pada ibunda Khadijah.
7. Dipersulit Segala Sesuatunya.
Semua pihak udah oke dari segala segi. Kamu dan keluarga udah mantap, calon
dan keluarga juga sudah siap. Materi yang biasanya jadi kendala, juga tak ada
masalah kali ini. Tinggal menentukan hari H. Tapi ternyata tak dinyana tak
diduga, ternyata kerabat dekat calon ada yang meninggal. Nenek yang begitu
dicintai seluruh anggota keluarga ternyata dipanggil Allah. Jadwal kalian
mundur. Gak mungkin kan pernikahan dilanjutkan di saat ada kerabat yang
meninggal?
Ketika suasana sudah mulai kembali normal, ternyata ayahnya sakit dan masuk
rumah sakit. Kolesterol dan darah tingginya kambuh. Ketika si ayah sembuh,
ternyata calon mendapat tugas kerja ke luar pulau. Padahal ortu terutama ibu
kamu gak ngijinin anaknya dibawa jauh dari tanah kelahirannya. Kondisi seperti
ini silih berganti, ada saja aral melintang ketika kalian berusaha meneruskan
pernikahan. Seakan-akan ada ‘Tangan lain yang tak terlihat' dan jauh lebih kuat
kekuatannya yg membuat semua ini terjadi.
Menyalahkan takdir? JANGAN SAMPAI Saudariku! Takdir tak pernah salah.
Ingat..Tuhan tidak pernah salah menuliskan takdirNya. Tuhan tidak pernah dzalim
terhadap hambaNya. Malah sebaiknya, 'everything happen for the best' alias semua
pasti ada hikmahnya. Ini cuma salah satu tanda kekuasaanNya bahwa ada rencana
yang jauh lebih baik daripada yang kalian punya.
****************************
Nah, setelah kamu baca ketujuh penyebab itu, kamu bisa menelaah dan menganalisa diri kamu sendiri, golongan yang manakah saya? Atau, kamu pernah mengalami ketujuh-tujuhnya? Saya ingat sebuah artikel yang saya baca di internet tentang seorang akhwat yang melalui masa ta’aruf hingga belasan kali. Semua itu berakhir di tengah jalan tanpa ada ujung yang bernama pernikahan. Tahu nggak apa reaksi akhwat tersebut? Kesan yang saya tangkap ia begitu tabah dan tawakal. Ia tak pernah lelah dan bosan dari satu ta’aruf ke ta’aruf berikutnya. Dan yang utama, ia nggak kenal yang namanya menangis apalagi patah hati. Subhanallah..beginilah harusnya sikap seorang akhwat sejati.. Dia menyandarkan nasib jodohnya kepada Allah Yang Maha Menggenggam hati, tidak pernah sekalipun dia suudzon kepada Rabbnya, karena kacamata IMAN adalah benteng yg dia pakai, bukan PERASAAN !
Gimana kalo itu terjadi sama kamu saudariku? Jangankan belasan kali, baru
sekali atau dua kali saja kamu udah tepar alias terkapar parah. Kamu pun
mencanangkan plang besar-besar di dadamu tertulis ‘Pernah dibikin patah hati
ikhwan’. Gak keren banget. Apalagi kalo aktivitasmu ikutan terganggu karena
patah hati. Udah kuliah nggak kelar-kelar, urusan dakwah terlantar. Kalo ini
namanya patah hati yang nggak produktif. Kamu jadi semakin terlihat jadi
pecundang dengan cara ini. Padahal, patah hati juga bisa menjadi energi bermutu
tinggi kalo saja kamu tahu cara menyiasatinya.
Yang saya maksud, kamu tuh kudu jadi pejuang beneran. Pejuang yang tak
pernah lelah apalagi patah hati dalam menghadapi masalah kehidupan. Patah hati
cuma warna-warni saja yang menghias kehidupanmu. Tapi itu bukan inti dari
kehidupan itu sendiri. itu yang mesti dipahami. okey..?? :)
Barakallahufiikum..semoga bermanfaat
Wassalamualaikum
Wassalamualaikum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar