“Cinta Kita Adalah CINTA yang Taat”
Bismillaah..
Hening. Diam dan membisu. Lelaki itu menatap wajah istrinya. Tajam dan
lekat. Bola matanya yang hitam menyorot tajam. Niatnya sudah mantap,
tekadnya sudah bulat, tegas dan membaja.
Sang istri duduk
dihadapannya. Tanpa suara dan tanpa berkata apa-apa. Hanya dialog batin
melalui sorot mata yang ada diantara mereka.
“Kini tiba
giliranmu istriku..”, akhirnya Umar bin Abdul Aziz buka suara.
“Perbaikan dan reformasi daulah Bani Ummayah sudah kumulai dari diriku
sendiri. Selanjutnya adalah giliranmu, lalu anak-anak kita, lalu
keluarga besar istana. Sekarang aku minta kembalikan seluruh harta dan
perhiasanmu ke kas Negara!”.
Ada seruak getir yang menggelora
dalam dada, menyentak tak berdetak. Semilir angin meningkahi sisi hati
yang saling bertaut. Ada dua rasa yang saling berebut tempat di pikiran.
Menuruti kata hati atau menuruti titah suami? Sungguh membingungkan!.
“Tidak, umar suamiku!”, akhirnya sang istri mengangkat kepala dan
berkata, “Ini semua pemberian ayahku, Abdul Malik bin Marwan”.
Mendengar jawaban ini, Khalifah umar bin Abdul Aziz diam sejenak. Ada
bias yang kini dihadapinya. Ada dinding tebal yg mesti dirobohkannya.
Ternyata sang istri tidak menuruti permintaanya.
“Tapi uang yang dipakai ayahmu untuk membeli semua itu berasal dari kas negara Fatimah!”, kata umar kemudian.
Dialog pun berlanjut, antara setuju dan tidak setuju terus berseteru.
Kadang berjalan datar, kadang tegas meninggi. saling berargumentasi dan
menguatkan persepsi demi mendapatkan kebenaran yang hakiki.
Umar pun duduk terpekur setelah sekian lama dialog tak ada keputusan.
Mendapati kenyataan yang sulit lagi pahit. Ini adalah tantangan. Yang
tiada lain justru datang dari orang yang paling dekat dengannya, dari
sang istri yang dicintainya, Fatimah binti Abdul Malik bin MArwan. Dia
adalah puteri khalifah Daulah Ummayah sebelumnya. Tepatnya khalifah
sebelum Umar bin Abdul Aziz.
Setelah lama duduk dan merenung
berpikir,a khirnya umar bangkit dan berkata, “Fatimah, sekarang aku
sudah bertekad dan tidak akan mundur. Engkau sekarang punya dua pilihan:
kembalikan seluruh harta itu atau jika tidak, maka hubungan kita
berakhir sampai disini!”.
Terhenyak. Menyentak. Dan membakar
aliran darah dan sukma. Kesadaran Fatimah dibangunkan oleh sebuah
kenyataan yang kini dihadapinya. Sang suami ternyata tak main-main
dengan ucapannya. Dengan niatnya, dengan tekadnya. Fatimah hanya punya
dua pilihan saja: Memilih harta atau berpisah dengan suami?!
Akhirnya, setelah melalui perenungan yg panjang, Fatimah pun memilih
bersama umar, bersama suami tercinta. Melangkah bersama meniti jalan
ilahi. Ia kembalikan semua harta yang ia dapat dari ayahnya dan
dikembalikan ke kas Negara demi kepentingan rakyat. Yaa Allah, ridhoi
kebersamaan mereka ini.
Sahabat2ku fillah…
Mengelola cinta
dalam ranah hubungan dua jenis manusia yang berbeda, harus mengikuti
aturan mainNya. Apa yang dikehendakiNya itulah yang terbaik. Dan apa
yang dilarangNya maka segera tinggalkan agar tak membahayakan. Cinta
kita adalah cinta yang taat, makanya yuk kita bertaubat. Mendekatkan
diri kepada Allah agar kelak mendapatkan rahmat.
Inilah
gambaran cinta yang dibangun diatas nilai ketaatan kepada Allah.
Sedangkan hubungan dua jenis manusia tanpa ikatan (pacaran, selingkuh,
HTS, TTM) jelas sebuah kemunafikan, pelanggaran syariat dan penuh jerat
syahwat. Ini bukan cinta yang taat, melainkan cinta yang mengundang
laknat. Maka, mari kita ikuti aturan mainNya agar cinta kita membawa
kebahagiaan yg hakiki dan abadi..DBAS..Dunia Bahagia Akherat Surga.
Aamiin dan semoga.
Barakallahufiikum
Banyak sayang dan cinta,
SenyuM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar